Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengungkapkan, Presiden Joko Widodo meminta agar cuti pejabat negara disesuaikan dengan cuti pegawai negeri sipil (PNS).
Yuddy menjelaskan, pembahasan soal cuti pejabat negara sebenarnya telah dibicarakan di tingkat menteri dan dilakukan harmonisasi. Namun, Presiden Joko Widodo meminta agar disempurnakan kembali.
"Presiden meminta untuk disempurnakan kembali, paling tidak disesuaikan dengan bagaimana cutinya PNS. Kemudian Presiden minta dikaji lagi. Peraturan perlu, tapi apakah pengaturannya ini harus dalam bentuk PP (Peraturan Pemerintah) atau cukup Permen (Peraturan Menteri), atau cukup surat edaran karena yang diberlakukan ini pada para pejabat negara," ujar Yuddy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (6/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi Partai Hanura ini mengatakan bahwa selama ini belum ada aturan tentang cuti presiden. Kondisi ini berbeda tak seperti negara demokrasi lainnya, misalnya Amerika Serikat, yang kepala negaranya bisa mendapatkan cuti bisa digunakan untuk pulang dan pergi ke peternakan pribadinya.
"Karena cuti itu penting untuk memberikan suasana baru bagi pejabat negara agar dia lebih segar pada saat mengambil keputusan-keputusan di masa selanjutnya," katanya.
Bukan cuma presiden yang tak punya cuti, Yuddy mendapati bahwa selama ini tak ada aturan tentang cuti gubernur, bupati, dan wali kota di Indonesia. Ia berpendapat, hal ini bisa berdampak buruk dengan melihat banyaknya kepala daerah yang memanfaatkan untuk mengambil cuti tidak resmi dan menghabiskan uang untuk berliburan dengan alasan dinas.
"Anda lihat di Hotel Indonesia banyak sekali bupati-bupati dari daerah yang sudah berminggu-minggu di situ dengan alasan ada dinas. Ini juga bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang mewujudkan pemerintah yang bebas dari KKN. Kita kan segala sesuatu harus diatur. Jangan mencuri-curi cuti yang tidak resmi. Lebih baik dilegalkan saja cuti pejabat negara itu harus seperti apa," ujarnya.
Yuddy mengaku mendapatkan saran dari Presiden untuk melihat bentuk peraturan dan spektrum pejabat negara mana saja yang akan masuk dalam pengaturan cuti ini. Selain itu, dilihat lagi pengaturan waktunya, apakah benar-benar akan disamakan dengan PNS atau tidak. Jika tidak, katanya, bagaimana pengaturan terbaiknya sehingga sesuai dengan asas proporsionalitasnya.
"Yang belum diatur kan pejabat negara. Kalau PNS kan sudah diatur, eselon I dan II. Di atas eselon I kan biasanya menteri, pimpinan lembaga, pejabat-pejabat negara, hakim agung. Kalau saya kan enggak punya hak cuti, dan menteri-menteri lain juga," katanya.
Oleh karena itu, imbuh Yuddy, Presiden memintanya untuk melakukan pengkajian dan sinkronisasi bentuk pengaturan yang pas, apakah perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah atau bentuk lainnya. Menurutnya, ia perlu waktu kurang lebih sebulan untuk melakukan harmonisasi itu.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana mendukung pernyataan Yuddy. Ia menyebutkan, pejabat negara kemungkinan akan diberikan cuti yang sama dengan PNS.
"Mungkin akan sama dengan PNS, biar adil. Mungkin maksimal 12 hari," ujarnya.
Bima menuturkan, selama ini memang belum ada aturan yang mengurus cuti pejabat negara, sehingga tak sedikit yang 'libur' seenaknya sendiri.
"Aturannya kan belum ada. Kalau sekarang kan suka-suka, jadi mungkin akan membuat kericuhan. Maka akan dibuat aturannya nanti, gampangnya akan dibuat edarannya bahwa menteri harus izin ke presiden, gubernur ke mendagri, kalau bupati ke gubernur, kalo hakim agung ke ketua MA, semacam itu, nanti akan diatur," katanya.
Kala membuka rapat terbatas khusus membahas soal cuti pejabat negara, Jokowi menekankan bahwa pengaturan cuti bagi pejabat negara harus dipikirkan, dirumuskan, dirancang secara matang. Tak hanya itu, ia meminta agar dipastikan juga bahwa dalam keadaan mendesak pejabat negara harus tetap mendahulukan kepentingan negara dibandingkan mengambil haknya untuk cuti.
"Yang kita bahas ini aturannya, jangan nanti ditulis yang lain. Bukan kita ingin cuti, tidak. Kita ingin mengatur masalah cuti untuk pejabat negara, karena ketentuan hak cuti yang ada pada saat ini belum mengatur itu secara menyeluruh, secara komprehensif, sehingga perlu dilengkapi dengan aturan cuti bagi pejabat negara. Hal ini penting untuk memperjelas hak, kewajiban, dan tanggungjawab para penyelenggara negara," ujarnya.
(chs)