Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menuturkan, peristiwa jatuhnya pesawat T-50 Golden Eagle di Yogyakarta, Desember lalu, tidak akan menghambat kerja sama pengembangan dan produksi pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia dan Korea Selatan.
Menurut Ryamizard, kedua negara akan menjadikan kecelakaan pesawat aerobatik tersebut sebagai pelajaran berharga dalam pengembangan jet tempur generasi 4,5 itu.
"Tidak akan jadi masalah pada proyek ini. Kami belajar dan akan menyempurnakannya," ujarnya di kantor Kemhan, Jakarta, Kamis (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ryamizard menduga, kecelakaan T50 Golden Eagle tidak hanya disebabkan persoalan teknis, tapi juga masalah faktor cuaca dan manusia.
Secanggih apapun sebuah jet tempur, menurut Ryamizard, tidak akan menjamin ketiadaan kecelakaan. "Pesawat apa sih yang tidak pernah jatuh? Sehebat apapun jatuh. Concorde hebat, tapi berapa yang jatuh," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Kemhan dan perusahaan manufaktur penerbangan asal Korsel, Korea Aerospace Industries (KAI) menandatangani kontrak perjanjian bagi ongkos (cost share agreement) untuk proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X.
Ryamizard berkata, lima prototype pesawat tempur tersebut ditargetkan selesai tahun 2020. Indonesia diwajibkan menggelontorkan Rp18 triliun untuk menyelesaikan rancang bangun jet tempur itu.
Setelah prototype selesai, Ryamizard berencana memproduksi dua skuadron KF-X/IF-X. "Kalau beli pesawat tempur, semua negara bisa. Tapi kalau membuat, tidak semua bisa," ujarnya tentang urgensi proyek tersebut.
Pada 20 Desember lalu, pesawat aerobatik milik TNI AU, T50i Golden Eagle, yang dikemudikan Letnan Kolonel Marda Sarjono dan Kapten Dwi Cahyadi, jatuh di Pangkalan Udara Adisucipto, Yogyakarta. Kedua pilot itu tewas pada kecelakaan tersebut.
Investigasi TNI AU atas kecelakaan pesawat aerobatik yang dikembangkan secara bersama oleh Korsel dan Amerika Serikat itu saat ini masih berlangsung.
(obs)