Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, menyindir Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini yang sudah berbeda dengan amanat konstitusi. Megawati berkata BUMN cenderung mengedepankan bisnis.
Hal itu disampaikannya dalam pidato politiknya pada rapat kerja nasional (Rakernas) I PDI Perjuangan, dengan tema 'Mewujudkan Trisakti Melalui Pembangunan Nasional Semesta Berencana Untuk Indonesia Raya'.
"BUMN hanya diperlakukan seperti 'korporasi swasta' yang mengedepankan pendekatan bisnis semata, atau yang sering didengungkan sebagai pendekatan 'business to business'," kata Megawati di Hall D JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (10/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, kata Mega, konstitusi telah mengamanatkan, bahwa peran BUMN sebagai salah satu soko guru perekonomian nasional, untuk meningkatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, Megawati mengatakan Indonesia sudah semestinya bersandar pada 'ekonomi sektor negara'.
"Inilah saat yang tepat agar cabang-cabang ekonomi yang vital, yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan menyangkut kepentingan umum, kembali pada prinsip konstitusi, yaitu dimasukkan kembali dalam ranah 'ekonomi sektor negara'," kata Megawati.
Megawati mengatakan atas dasar itu, PDI Perjuangan memberikan perhatian khusus melalui perubahan Undang-undang tentang BUMN. Selain itu, Megawati menyampaikan pembentukan Pansus Angket Pelindo II, oleh Fraksi PDI Perjuangan di parlemen disebut sebagai pintu masuk untuk mengembalikan tata kelola BUMN sesuai perintah konstitusi.
Sebab, Megawati yakin jika BUMN dikelola secara baik, maka dapat memberikan kontribusi optimal kepada pembangunan negara. Dia juga mengatakan BUMN harus dikembalikan menjadi alat negara, sebagaimana sikap politik PDI Perjuangan pada Kongres IV, 2015.
"Untuk memperkuat ekonomi rakyat melalui fungsi re-distributif, membuka akses permodalan, dan meningkatkat produktifitas rakyat," ucap Mega.
Pernyataan Megawati disampaikan di tengah rumor pergantian menteri BUMN, Rini Soemarno yang sempat masuk dalam daftar menteri yang disebut-sebut masuk dalam daftar reshuffle jilid pertama. Rini dianggap semakin memberatkan pemerintah. Seperti utang ke Bank Pembangunan China.
Bank China ini memberikan utang senilai US$3 miliar, atau sekitar Rp42 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
Selain itu, BUMN di bawah kepemimpinan Rini dianggap menjadi beban bagi APBN karena besarnya pembiayaan negara dalam penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN yang dianggarkan di RUU APBN 2016 lalu.
Pansus angket PT Pelindo II juga menemukan sejumlah pelanggaran Rini terhadap undang-undang dalam melakukan tugasnya. Seperti dengan sengaja tidak melaksanakan kedudukan, tugas, dan wewenangnya sesuai dengan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Asal 6 ayat (2a) dan Pasal 24 ayat (2) serta UU 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 14 ayat (1).
Karenanya, saat ini PDIP hanya tinggal menunggu siapakah yang akan dipercayakan Presiden Jokowi menggantikan Rini Soemarno.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno mengungkapkan PDIP juga telah memiliki nama yang akan direkomendasikan ke Jokowi.
(den)