Saham Freeport Jadi Candaan di Ketoprak PDIP, Setya Tertawa

Resty Armenia | CNN Indonesia
Jumat, 27 Nov 2015 07:20 WIB
Kelakar 'minta saham' mewarnai ketoprak 'Bangun Majapahit' yang digelar PDIP. Setya Novanto ikut menonton sandiwara yang sarat kisah pertarungan politik itu.
Ketua DPR Setya Novanto (paling depan). Setya menonton ketoprak 'Bangun Majapahit' yang digelar PDIP, Kamis malam (26/11). (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto tampak ceria saat menghadiri ketoprak atau sandiwara berjudul ‘Bangun Majapahit’ yang digelar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan semalam. Ia datang ke acara itu bersama Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah.

Gelak tawa terlontar dari mulut Setya, Fadli, dan Fahri saat para pelakon ketoprak menjadikan saham Freeport sebagai candaan. Kelakar bertema ‘minta saham’ dan ‘tingkah anggota Dewan’ muncul di sandiwara itu antaran belakangan ramai dugaan kasus pencatutan nama Presiden demi meminta jatah saham ke Freeport yang sedang berupaya memperpanjang kontrak karya di Indonesia.
“Butet juga dapat saham. Bukan dari Freeport, tapi freelance,” kata mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP, Dedi Gumelar alias Miing yang menjadi pembawa acara pada sandiwara di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, itu.

Butet yang dimaksud Miing ialah Butet Kertaradjasa, pemeran teater yang menjadi salah satu bintang ketoprak itu.
Setya Novanto tak menonton ketoprak dari awal. Dia bersama Fadli Zon dan Fahri Hamzah memasuki ruangan Teater Besar di tengah cerita. Namun tiga serangkai itu terlihat serius mengikuti alur kisah perjuangan Raden Wijaya dalam mendirikan Kerajaan Majapahit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

‘Bangun Majapahit’ disutradarai oleh Kenthus Apriyanto dan dibintangi Ki Slamet, Butet Kertaradjasa, Christine Hakim, Titike Puspa, Yati Pesek, dan lain-lain.

Pertunjukan teater yang dihelat PDIP ini dihadiri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan para pengurus partainya, termasuk sang putri Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani; dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.

Hadir pula pejabat negara seperti Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.

Setelah acara rampung, Setya tak tampak keluar dari pintu utama. Dia tak lagi terlihat saat Fadli Zon dan Fahri Hamzah keluar bersamaan beberapa menit setelah Megawati dan Puan melangkah keluar.

Muslihat dan pengkhianatan

‘Bangun Majapahit’ yang sarat muatan politik, menurut Megawati, diangkat dari sejarah bangsa. “Bagaimana sebuah pergulatan politik pecah dan menunjukkan pertempuran," kata Presiden RI kelima itu.

Mega berharap para politikus yang hadir dapat mengambil hikmah dari ketoprak itu. “Karena ini sebuah pergumulan, kalau untuk bangsa pasti selalu ada solusinya, dan solusi akhirnya selalu akan membawa kebaikan," ujarnya.

Fahri Hamzah mengaku dapat mengambil hikmah dari kisah politik yang terjadi pada era Kerajaan Majapahit itu. "Ada pembunuhan, pengkhianatan. Kalau dulu pakai keris, sekarang pakai muslihat dan strategi, segala macam. Itulah politik yang sebetulnya, yang riil," ujar legislator Partai Keadilan Sejahtera itu.

Politik, kata Fahri, akan selalu jadi bagian paling nyata dari cara kekuasaan didirikan. Ia berpendapat politik merupakan seni yang indah meski terdapat ‘tikam’menikam’ di dalamnya.

Lebih lanjut, Fahri menganggap politik di Indonesia kini makin beradab, tanpa pertumpahan darah dan kekejaman yang ditunjukkan secara frontal.

‘Tidak boleh politik sangat kotor, karena itu saya setuju bahwa kita menonton kesenian dalam rangka memperlembut, memperhalus perasaan kita supaya tidak menjadi political animal, mesin atau hewan kekuasaan,” kata Fahri.

"Politik mengantarkan kita pada pertengkaran, perbedaan pendapat, saling meniadakan. Tapi di dalamnya tetap harus dijaga etika, moral, kualitas, keluhuran, untuk tidak terjebak pada anggapan bisa menggunakan berbagai macam cara dalam politik," ujar Fahri.

Sistem demokrasi yang dianut banyak negara di dunia saat ini, termasuk Indonesia, dinilai Fahri sebagai peradaban kekuasaan yang maju. Tinggal negeri ini perlu belajar lebih lanjut karena usia demokrasi di Indonesia belum cukup lama. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER