Jakarta, CNN Indonesia -- Gerakan Fajar Nusantara alias Gafatar kembali menjadi pusat perhatian setelah kasus menghilangnya Dokter Rica Tri Handayani. Kepolisian menyatakan organisasi ini sebagai kelompok yang berbahaya secara ideologis.
"Ini harus diwaspadai. Tidak merusak secara fisik, tapi merusak ideologi dan keyakinan," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (13/1).
Anton juga menjelaskan Gafatar telah berkali-kali berganti nama meski ditetapkan sebagai organisasi terlarang. Sebelumnya, kelompok ini dikenal sebagai Komunitas Millah Abraham atau Komar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia, Komar berganti nama menjadi Gafatar semenjak dinyatakan sebagai aliran sesat oleh berbagai perkumpulan ulama dan pemerintah daerah.
Komar pun bukan nama pertama yang disandang oleh organisasi tersebut. Masih berdasarkan penelusuran, organisasi tersebut diketahui sebelumnya bernama Al Qiyaddah Al Islamiyah, bentukan Ahmad Musadeq.
Apakah benar Gafatar ini organisasi sempalan Musadeq? "Ya benar, memang dari sana," kata Anton.
Di bawah payung Al Qiyaddah, Musadeq mengaku sebagai nabi terakhir setelah Muhammad. Karena pengakuannya, dia dijatuhi vonis empat tahun penjara pada April 2008.
Dalam pertimbangan hakim, dia dinilai telah melakukan pelecehan dan penodaan terhadap ajaran agama Islam. Alasannya, pengikut Musadeq tidak diwajibkan menjalankan ajaran Islam menjalankan salat lima waktu, puasa dan zakat.
Selain itu, Musadeq juga membuat salawat yang berbeda dari agama Islam. Meski sudah mengaku bertobat, hakim tidak dapat mengurangi hukuman yang dijatuhkan pada Musadeq.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin pun mengaku belum bisa menyimpulkan apakah ada keterlibatan pemimpin Al-Qiyadah Al-Islamiah, Ahmad Musadeq, meski ada kecenderungan dan dugaan yang mengarah ke sosok itu.
"Kami saat ini belum bisa menyimpulkan apapun terkait hal ini. Meskipun kecenderungan dan dugaan-dugaan itu ada, tapi tidak bisa disimpulkan begitu saja. Harus didalami dan diperkuat data-data dan temuan-temuan di lapangan. Ini yang sedang dan terus secara intensif dilakukan oleh aparat penegak hukum," ujarnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini juga mengungkapkan, sebenarnya gerakan ini dulu sudah pernah ada. Namun, menurutnya, skalanya tidak semasif saat ini, sehingga menimbulkan keresahan yang luar biasa dalam masyarakat. Penyebarannya pun, ucapnya, sebagian besar sudah di wilayah Jawa Barat dan beberapa wilayah Jawa Tengah.
"Karena ada anggota masyarakat yang tidak diketahui keberadaaannya, hilang, yang ini juga karena mengikuti paham ini. Nah, ini yang kemudian menimbulkan keresahan. Kalau dulu keresahan yang ditimbulkan tidak sebesar sekarang," ujarnya.
(rdk)