Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan Bahrun Naim, sosok yang disebut polisi ada di balik serangan teror Jakarta, memiliki jejak sejarah di provinsi yang ia pimpin. Oleh sebab itu Ganjar langsung waspada saat mendengar ada ledakan dan penembakan di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.
“Beberapa jejak sejarah Bahrun Naim memang ada di Jawa Tengah. Makanya itu kenapa dari awal kami memelototi (teror) ini terus-menerus. Untuk mencegah hal-hal yang seperti ini. Tidak boleh terjadi," ujar Ganjar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (15/1).
Ganjar mengatakan, kemarin saat Jakarta diserang, sistem peringatan keamanannya langsung berbunyi, dan para aparat terkait secara otomatis bergerak menyesuaikan dengan tugas mereka masing-masing tanpa menunggu perintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya langsung telepon-teleponan dengan beberapa petinggi di Jawa Tengah untuk menghadapi kondisi seperi itu," kata mantan anggota DPR RI itu.
Menurut Ganjar, dia telah mendengar soal kegiatan terorisme sebelum ledakan di Thamrin terjadi. Namun, kata dia, pemerintah manapun tidak bisa mengetahui dengan pasti kapan para teroris bakal melancarkan serangan.
“Sejak mau Maulud Nabi, Natal dan Tahun Baru, saya sudah pegang informasi itu (rencana terorisme). Kami menempel orang per orang yang masuk dalam daftar (mencurigakan), kegiatan mereka apa saja. Alhamdulillah (Jawa Tengah) bisa aman,” ujar Ganjar.
Ganjar yang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu sadar ada titik-titik rawan penyebaran kelompok radikalisme di Jawa Tengah. Untuk itu beberapa kelompok radikal di Jateng sudah ditandai dan dipantau.
Ganjar pun mengatakan berdiskusi intens dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, Pangdam, dan Kepolisian, agar warga menghindari kelompok-kelompok radikal itu.
"Ada titik-titik seperti di Nusakambangan, di beberapa penjara yang biasanya dipakai untuk membaiat-baiat itu, sudah dalam kontrol kami. Makanya kami minta kepada Menkumham, ada baiknya frekuensi (komunikasi narapidana) yang terlalu tinggi itu dibatasi atau dibuat ruang-ruang transparan agar semua orang bisa melihat," kata Ganjar.
Cara itu diharapkan Ganjar mencegah pola
man to man yang menjadi cara amat masif untuk melakukan baiat, membuat orang siap untuk menjadi 'pengantin', dan berani membunuh orang.
"Bayangkan yang kemarin (di Thamrin), bisa kan orang ditembakin seperti itu. Artinya, pemerintah harus lebih berani lebih keras," ujarnya.
Bahrun Naim yang disebut ada di balik serangan teror Jakarta kemarin, juga merupakan orang yang mengancam untuk menggelar “konser” akbar belum lama ini.
"Dia petinggi ISIS yang memberikan
warning saat itu," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan.
Kata “konser” digunakan teroris sebagai kata ganti serangan. Kode “konser” itu menyeruak ketika Polri melakukan serangkaian penangkapan teroris pada pengujung 2015. Saat itu isu akan terjadi serangan teror sudah santer terdengar.
Nama Bahrun Naim juga digunakan akun yang mengunggah video ancaman dari pentolan teroris Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah. Video yang diunggah awal Desember itu mengancam akan menyerang Istana dan Polda Metro Jaya.
Kepolisian dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sama-sama menduga suara dalam video tersebut memang terucap dari mulut Santoso.
Saat ini Bahrun berada di Suriah. Bahrun, kata Anton, mendanai dan menyetir pergerakan teror di Indonesia.
Sebelumnya pada 2010, Bahrun pernah ditangkap terkait kepemilikan ratusan butir peluru. Usai menjalani masa hukuman empat tahun, yakni 2014, Bahrun “hijrah” ke Suriah membawa kabur seorang mahasiswi.
Berdasarkan sumber CNNIndonesia.com, Bahrun Naim mengepalai sedikitnya dua kelompok teror. Pertama, kelompok Solo yang diduga dipimpin Abu Jundi yang sudah tertangkap, dan kelompok Bekasi.
Sumber juga mengatakan upaya teror sesungguhnya hendak dilakukan pada Desember 2015, namun baru terlaksana pertengahan Januari 2016 ini.
Sumber itu juga mengatakan untuk mempersiapkan teror di Jakarta kemarin, Bahrun Naim menggunakan aplikasi Telegram sebagai media komunikasi.