Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku kewalahan mengantisipasi aliran radikal yang mengatasnamakan agama, terutama yang terbentuk di daerah. Membentuk organisasi menurutnya jadi hak setiap warga negara. Apalagi organisasi masyarakat dibentuk untuk tujuan sosial.
Tjahjo memberikan contoh Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Sejak awal, sekelompok orang mengajukan pembentukan organisasi Gafatar yang melakukan kegiatan sosial ke semua daerah di Indonesia. Pengajuan itu dilakukan ke Pemda, karena awalnya bersifat lokal.
Politikus PDIP ini mengatakan jajarannya telah mencermati, latar belakang dan perkembangan Gafatar di daerah. Karenanya, Kemendagri tidak memberikan Gafatar keterangan terdaftar sebagai organisasi yang bersifat nasional.
"Gafatar tidak terdata di Kemendagri pusat. Tapi di daerah berkembah karena izinnya, bakti sosial," kata Tjahjo di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dia mengatakan jajarannya terus melakukan koordinasi dari pusat hingga daerah, termasuk dengan pejabat kejaksaan yang berkaitan dengan ajaran radikalisme. Kejaksaan memiliki kewenangan menyelidiki organisasi-organisasi masyarakat, terutama yang diduga menyebarkan radikalisme.
Gafatar bukan organisasi baru di Indonesia. Organisasi ini terdaftar sebagai ormas dan teregistrasi pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Jawa Tengah, tertanggal 7 November 2011 dengan Surat Keterangan bernomor 120/3315.
Gafatar juga terdaftar di Kesbangpol DKI Jakarta sejak 2011 silam. Karenanya, Kepala Kesbangpol DKI Ratiyono mengatakan Gafatar masih terdaftar secara resmi di DKI hingga 2016. Sebab, masa berlaku surat keterangan terdaftar (SKT) tersebut adalah lima tahun.
Sejak 2011 pula Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa,Gafatar merupakan aliran sesat. Gafatar mengajarkan, umat muslim tidak perlu salat dan puasa. Menurut mereka, yang terpenting adalah berbuat baik kepada sesama
Organisasi ini dipermasalahkan setelah ditemukannya dokter Rica Tri Handayani, anggota Gafatar, di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Rica dinyatakan hilang sejak 30 Desember 2015. Dia tidak berpamintan kepada suaminya. Melalui surat, Rica meminta izin untuk berjuang melaksanakan perintah Tuhan.
Selain Rica, seorang mahasiswa di Surabaya, Eri Indra Kausar juga meninggalkan rumahnya sejak empat bulan lalu. Dia sempat memberi kabar melalui pesan pendek kepada keluarganya, dia bergabung dengan Gafatar.
(sur)