Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka perkara pengadaan tiga Quay Container Crane (QCC) di PT. Pelindo II tahun anggaran 2010, RJ Lino, mengklaim tidak melakukan pelanggaran saat dirinya menunjuk langsung pemenang tender pengadaan alat tersebut 6 tahun silam.
Lino, melalui kuasa hukumnya Maqdir Ismail, berkata bahwa pengadaan QCC sangat dibutuhkan dan tidak dapat ditunda oleh PT Pelindo II kala itu. Oleh karenanya, pengadaan alat tersebut dapat dilakukan dengan penunjukan langsung kepada perusahaan penggarap proyek, PT. Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM).
"Keputusan memilih penawaran yang diberikan oleh PT. HDHM merupakan suatu
commercial decision yang diambil tidak berdasarkan keputusan sendiri, tapi berdasarkan rekomendasi internal para Direktur Pelindo II lainnya, untuk kepentingan bisnis PT Pelindo II," kata Maqdir di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/1).
Maqdir juga berkata tidak ada kerugian negara yang timbul akibat penunjukan langsung perusahaan pengadaan QCC di Pelindo II kala itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan tersebut ia keluarkan berdasarkan Laporan Hasil Audit Investigasi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) atas dugaan penyimpangan dalam pengadaan 3 QCC PT. Pelindo II Tahun 2010 Nomor LHAI-244/D.6.02/2011.
"Tidak ada keterangan adanya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Hasil Pemeriksaan BPK Nomor 10/ AUDITAMA VII/PDTT/02/2015 pada 5 Februari 2015 juga tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa adanya kerugian keuangan atau perekonomian negara," katanya.
Pengadaan QCC Positif Bagi Keuangan NegaraSelain tidak ada kerugian negara, Maqdir menjelaskan bahwa pengadaan QCC pada 2010 lalu juga berdampak positif terhadap kinerja PT. Pelindo II. Menurutnya, penghematan keuangan negara justru timbul akibat pemakaian QCC hasil proyek kala itu.
"Sejak penggunaan twin lift QCC pada 2014, tingkat BOR (Berth Occupation Ratio) di Pelabuhan Pontianak turun menjadi 43.2% sehingga biaya per kargo turun sebanyak Rp4 juta menjadi Rp2,5 juta. Berdasarkan tingkat penggunaan Pelabuhan Pontianak pada 2014 sebesar 219.700 dan pada 2015 sebesar 227.130, maka negara menghemat biaya sebesar kira- kira Rp1,8 Milyar," katanya.
Karena menilai kliennya tidak merugikan negara, Maqdir meminta Hakim PN Jakarta Selatan untuk mencabut status tersangka Lino yang sudah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya. Ia menilai penetapan Lino sebagai tersangka perkara QCC PT. Pelindo II cacat hukum.
"Saat (Lino) ditetapkan tersangka belum ada perhitungan rugi negara dari perbuatan yang diduga dilakukan. Dengan demikian, tindakan termohon (KPK) tidak sah. Hal itu juga dibenarkan Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, yang mengatakan saat tersangka ditetapkan KPK sedang menghitung jumlah kerugian negara," ujarnya.
Lino disangka oleh KPK melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(bag)