Pemerintah Bahas Wacana Revisi UU Pemberantasan Terorisme

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 18 Jan 2016 20:57 WIB
Presiden Joko Widodo ingin mendengarkan masukan para pimpinan lembaga tinggi negara terkait wacana tersebut esok hari.
Presiden Joko Widodo Meninjau Lokasi TKP Teror Bom di Kawasan Sarinah Thamrin. (Biro Pers Media dan Informasi/cahyo_setpres).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah tengah membahas wacana tentang revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, wacana tersebut muncul dari pengalaman terjadinya teror pengeboman dan penembakan di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.

Ia bercerita, sebenarnya sejak November 2015 lalu aparat keamanan telah mendeteksi adanya aktivitas di luar kewajaran yang berkaitan dengan tindakan teror. Namun, ucapnya, UU Nomor 15 Tahun 2003, sebagai bagian dari persetujuan Perppu Nomor 1 Tahun 2002, itu menyebutkan bagian-bagian yang tidak mendukung pemerintah untuk bisa melakukan tindakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebagai contoh adalah diketahui latihan simulasi rancangan untuk membuat bom dan simulasi itu menggunakan bahan dari kayu. Nah ketika itu sebagai alat bukti, ternyata tidak bisa, karena Undang-Undang tidak memungkinkan preventif untuk itu," ujar pria yang akrab disapa Pram itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (18/1).
Oleh karena itu, imbuh Pram, Presiden Joko Widodo ingin mendengarkan masukan para pimpinan lembaga tinggi negara terkait wacana tersebut esok hari. Menurutnya, hal itu harus segera dilakukan karena dunia saat ini menganggap keamanan dan kenyamanan negara menjadi bagian penting.

"Apalagi Indonesia sudah menjadi negara yang mempunyai demokrasi, tentunya kita tetap menghormati hak asasi manusia, tetapi keamanan dan kenyamanan itu menjadi penting," katanya.

Sepakat dengan Pram, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berharap revisi peraturan tersebut bisa diselesaikan tahun ini. Beberapa poin yang ingin diusulkan, paparnya, termasuk mengenai kewenangan aparat keamanan untuk melakukan penangkapan bila diduga dan diindikasikan kuat akan ada kegiatan-kegiatan teror.

"Diubah beberapa poin. Intinya saya tidak terlalu hapal, termasuk kewenangan penangkapan, penahanan sampai waktu tertentu bila diperlukan keterangan-keterangan. Dengan demikian kita bisa lebih mencegah kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Luhut mengaku sadar bahwa sejumlah pihak berpandangan bahwa langkah pencegahan itu tidak akan serta-merta menyelesaikan masalah. Namun, menurutnya, cara tersebut paling tidak bisa memperkuat intelijen untuk bisa mendapatkan data yang bisa mempersempit ruang gerak dari upaya teror.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan, masalah utama pemerintahan Presiden Jokowi adalah pada bagaimana ada keterpaduan antara pemerintah, khususnya aparat, dengan masyarakat, terutama para tokoh agama untuk bisa mendeteksi dini, menangkal, dan melawan segala bentuk kelompok maupun individu yang memiliki paham lain terhadap Pancasila, apalagi sekte-sekte yang berkaitan dengan radikalisme dan teror.

"Yang disampaikan Kepala BIN kan lembaganya terhalang oleh Undang-Undang. Menkopolhukam sudah pernah kita bahas, pada prinsipnya menyetujui segera ada usul inisiatif dari DPR, satu atau dua poin itu agar diubah, sehingga BIN sebagai lembaga intelijen yang bertugas mengkoordinasi lembaga-lembaga intelijen, juga bisa lebih proaktif," katanya. (bag)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER