
KPK Buktikan Ada Potensi Kerugian Negara Pada Perkara Crane
Selasa, 19 Jan 2016 14:01 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi memandang beberapa materi gugatan praperadilan yang diajukan tersangka perkara pengadaan pengadaan tiga Quay Container Crane (QCC) di PT. Pelindo II tahun anggaran 2010, RJ Lino, tidak sesuai dengan kewenangan sidang tersebut.
Menurut Pimpinan KPK Basariah Pandjaitan yang hadir dalam sidang praperadilan Selasa (19/1) ini, besaran kerugian negara dalam perkara pengadaan QCC di PT. Pelindo II yang dipermasalahkan Lino memang tidak harus masuk dalam alat bukti awal untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka pada suatu perkara.
Basariah berkata, debat mengenai pembuktian kerugian negara seharusnya dibahas di tingkat peradilan. Hal tersebut tidak bisa menjadi materi pembahasan sidang praperadilan.
"Kalau pemohon menyatakan tidak cukup alat bukti (untuk menetapkan Lino sebagai tersangka), itu nanti jangan di praperadilan, tapi di pengadilan saja. Kita sudah semuanya (memperkirakan kerugian negara). Seharusnya itu (dibahas) di pengadilan saja, bukan di praperadilan," kata Basariah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada sidang perdana praperadilan Lino melawan KPK kemarin, kuasa hukum Lino, Maqdir Ismail, telah menjabarkan alasan dilayangkannya gugatan atas status tersangka kliennya. Menurutnya, Lino tak bisa ditetapkan sebagai tersangka perkara pengadaan QCC di PT. Pelindo II karena proyek tersebut terbukti tidak merugikan negara hingga saat ini.
Tidak adanya kerugian negara disampaikan Maqdir berdasarkan pada hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang sudah dilakukan 2011 silam.
Sementara pada sidang hari ini, tim Biro Hukum KPK berkata bahwa BPKP telah menemukan potensi kerugian sebesar USD 3,6 juta dari proyek pengadaan QCC enam tahun lalu. Basariah berkata, perhitungan kerugian negara akhir saat ini masih dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Ruang lingkup praperadilan tidak boleh masuk pokok perkara. KPK akan meneliti hasil penyidikan, apakah suatu perkara sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan atau belum, Dalil pemohon sudah masuk ruang lingkup eksepsi," ujar salah satu anggota Biro Hukum KPK saat sidang tadi.
Lino sebelumnya telah disangka oleh KPK melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (bag/bag)
Menurut Pimpinan KPK Basariah Pandjaitan yang hadir dalam sidang praperadilan Selasa (19/1) ini, besaran kerugian negara dalam perkara pengadaan QCC di PT. Pelindo II yang dipermasalahkan Lino memang tidak harus masuk dalam alat bukti awal untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka pada suatu perkara.
Basariah berkata, debat mengenai pembuktian kerugian negara seharusnya dibahas di tingkat peradilan. Hal tersebut tidak bisa menjadi materi pembahasan sidang praperadilan.
"Kalau pemohon menyatakan tidak cukup alat bukti (untuk menetapkan Lino sebagai tersangka), itu nanti jangan di praperadilan, tapi di pengadilan saja. Kita sudah semuanya (memperkirakan kerugian negara). Seharusnya itu (dibahas) di pengadilan saja, bukan di praperadilan," kata Basariah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tidak adanya kerugian negara disampaikan Maqdir berdasarkan pada hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang sudah dilakukan 2011 silam.
"Ruang lingkup praperadilan tidak boleh masuk pokok perkara. KPK akan meneliti hasil penyidikan, apakah suatu perkara sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan atau belum, Dalil pemohon sudah masuk ruang lingkup eksepsi," ujar salah satu anggota Biro Hukum KPK saat sidang tadi.
Lino sebelumnya telah disangka oleh KPK melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (bag/bag)
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Lihat Semua
BERITA UTAMA
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK