MPR Kembali Tetapkan GBHN Akan Kacaukan Sistem Konstitusi

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Sabtu, 23 Jan 2016 04:21 WIB
Dengan dikembalikannya kewenangan MPR untuk menyusun dan menetapkan GBHN maka menurut Saldi akan berimplikasi pada kedudukan lembaga tinggi negara tersebut.
Pengembalian MPR untuk bisa merumuskan GBHN dianggap akan merubah tatanan dan sistem ketatanegaraan republik ini yang bersifat presidensil. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan dua pekan lalu adalah mengembalikan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) melalui amandemen terbatas Undang-undang Dasar 1945.

Pakar Hukum Tata Negara, Saldi Isra mengatakan pengembalian kewenangan MPR akan membawa perubahan konstitusi serta mengacaukan sistem tata negara dan pemerintahan yang berlaku saat ini, yakni sistem presidensial.

"Jadi pilihannya sekarang, kembali yang dulu atau membuat baru. Karena, akan merancukan sistem pemerintahan kita. Atau tinggalkan sistem presidensial dan memilih sistem parlementer," kata Saldi di Akbar Tandjung Institute, Jakarta, Jumat (22/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasca reformasi, Indonesia menganut sistem presidensial dengan memilih presiden secara langsung oleh rakyat. Dengan dikembalikannya kewenangan MPR untuk menyusun dan menetapkan GBHN maka menurut Saldi akan berimplikasi pada kedudukan lembaga tinggi negara tersebut.

"Akan berimplikasi pada posisi yang lebih tinggi terhadap lembaga lain atau sedikit di bawah UUD 1945. Karena dia (MPR) yang memiliki otoritas mendesain pembangunan," kata Saldi.

Perubahan itu kata Saldi, tidak hanya kerumitan sistem yang akan dihadapi, namun juga soal kekuasaan. Saldi menjelaskan, kondisi berbeda terjadi ketika Soekarno dan Soeharto menjalankan GBHN saat menjadi presiden. Sebab, menurut Saldi, keduanya dapat mengendalikan kursi di parlemen.

"Karena kondisi sekarang tidak ada lagi kendali presiden sekuat Bung Karno dan Pak Harto," ucap Saldi.

Dengan demikian, Saldi menilai kembalinya kewenangan MPR itu akan menimbulkan komplikasi politik, karena mau tidak mau posisi MPR akan lebih tinggi dari lembaga negara lainnya.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR, Ahmad Basarah upaya pengembalian lembaganya untuk menetapkan haluan negara dengan model GBHN, salah satu tujuannya adalah untuk reformulasi sistem ketatanegaraan.

Apalagi, saat sidang paripurna MPR 2014, usulan reformulasi sistem ketatanegaraan atau konsepsi GBHN sudah menjadi konsensus sembilan partai politik pada waktu itu.

"Sudah menjadi konsensus sembilan partai di MPR dan kelompok DPD. Itu adalah parpol yang kembali ada di MPR saat ini," kata Basarah.

Hasil Rakernas PDI Perjuangan kata Basarah, hanya sekedar memberikan bobot dan reaktivasi bahwa MPR pernah menyepakati konsesus untuk melakukan instrospeksi agar bangsa ini memiliki haluan negara.

"Hari ini konsesus haluan negara tidak kita miliki. Maka itu Rakernas PDI Perjuangan merekomendasikan Pembangunan Nasional Semesta Berencana," kata Basarah.

Mantan anggota MPR utusan golongan Valina Sinka menilai pembahasan mengenai hal ini harus terus dibahas. Secara pribadi, Valina sepakat GBHN dibutuhkan. Pasalnya, Indonesia membutuhkan haluan untuk menentukan arah pembangunan nasional hingga daerah.

"Saya sampaikan, wacana ini penting untuk terus dibahas," jelas Valina.

Ketua DPR periode 1999-2004 Akbar Tandjung berpendapat GBHN merupakan hal penting untuk pembangunan di Indonesia. Namun, dia mengingatkan agar kedudukan MPR sebagai lembaga juga perlu diperhatikan.

Pasalnya, saat ini presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR. Sehingga pengembalian kewenangan itu jangan sampai membawa kembalinya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara seperti orde baru.

"Barangkali kita bisa menemukan formula yang tidak kembali pada sistem lama MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Apa pun namanya nanti, harus tetap berada dalam perspektif reformasi. Tujuan utamanya harus membuat pembangunan satu arah dan satu haluan." kata Akbar.

Sebelumnya, Rakernas PDI Perjuangan menghasilkan rekomendasi untuk mengembalikan fungsi dan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hadto Kristiyanto mengatakan berdasarkan perspektif yuridis konstitusional, PDI Perjuangan memandang perlu mengembalikan fungsi dan wewenang MPR.

"Untuk membentuk dan menetapkan Ketetapan MPR terkait pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) sebagai haluan negara dan haluan pembangunan nasional," kata Hasto saat penutupan Rakernas PDI Perjuangan di Hall D JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (12/1). (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER