Jakarta, CNN Indonesia -- Seperi lazimnya kekuasaan yang baru dibentuk, perjalanan pemerintahan Jokowi Widodo-Jusuf Kalla di awal-awal berkuasa juga diwarnai dengan kontroversi pejabat-pejabat tinggi negara yang berada di lingkaran dalam kekuasaan.
Dua di antara pembantu Presiden Jokowi yang baru-baru ini sempat menjadi sorotan publik adalah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Nama keduanya mencuat seiring dengan gonjang-ganjing jatah saham Freeport yang melibatkan Setya Novanto selaku Ketua DPR saat itu.
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan pendiri Partai Amanat Nasional Amien Rais angkat bicara seputar kegaduhan perpanjangan kontrak PT Freeport terkait dengan orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Luhut, yang namanya paling banyak disebut-sebut dalam rekaman pembicaraan pada skandal yang dikenal sebagai 'Papa Minta Saham' atau skandal lobi PT Freeport itu telah membantah terlibat kasus tersebut. (Baca juga:
Luhut: Saya Tak Akan Melacurkan Profesionalitas Saya)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amien Rais yang saat ini menyebut kapasitas dirinya sebagai pengamat politik dalam wawancara dengan wartawan CNN Indonesia.com Basuki Rahmat dan Christie Stefanie, Kamis (21/1), sempat menyinggung nama Luhut dan Sudirman dalam riuh-rendah masalah Freeport di era Jokowi ini.
Bagaimana Pak Amien melihat political will-nya pemerintahan Jokowi soal Freeport ini?
Political will-nya itu berlawanan dengan yang saya katakan. Si Luhut Pandjaitan (Menko Polhukam) di belakang layar, sepertinya nih, bacaan saya bisa keliru. Tapi yang jelas si Sudirman Said (Menteri ESDM) ini apa hak dia sebagai menteri berani membuat surat ke James Moffett (bos Freeport) bahwa kemungkinan besar (kontrak karya Freeport) akan diperpanjang. Yang menyuruh Sudirman siapa, tentu Om Jokowi, iya tho, tidak mungkin Sudirman berani, ya mesti sudah ada geleng angguk dengan Jokowi. (Sekarang) Sudahlah Jokowi juga Presiden kita, yang kemarin sudah keliru enggak apa-apa tapi coba sekarang ini kita buktikan.
Saya mengatakan andaikan Bung Karno dan Bung Hatta hidup kembali, beliau-beliau akan marah, mana mungkin Bung Karno dan Bung Hatta dengan perjuangan yang demikian hebat itu mewariskan negeri zamrud di tengah khatulistiwa diberi undang-undang dasar yang singkat Pasal 33 itu untuk melindungi kepentingan bangsa, untuk sebesar-besar kemakmuran bangsa, tapi mengapa kita ini putra-putri Bung Karno bahkan cucu-cucu Bung Karno-Bung Hatta kok seperti ini.
Saya enggak paham. Cuma memang ini…, saya tidak putus asa, yang penting pemimpin nasional harus berani kalau berani saya kira akan membuat elektrifikasi bangsa akan bergerak. Tapi kalau Jokowi Jusuf Kalla diam-diam masih ingin perpanjangan, diam-diam kita masih ingin jadi agen yang jinak, yang bisa diatur-atur sama korporasi internasional, sama Washington, sama Wall Street, dan lain-lain maka kita akan melihat masa depan yang suram.
Tadi Pak Amien setuju amandemen UUD dan dihidupkannya GBHN, apa hal signifikan lain yang perlu disorot dalam amandemen selain soal ekonomi?Menurut saya memang ada dua yang mencuat. Yang pertama persoalan ekonomi yang memang sudah liar, jadi kita sudah melakukan pelecehan, penghinaan kepada konstitusi yang memang enggak pernah dibuka lagi kok konstitusi itu. Yang diadakan itu ekonomi pasar, ekonomi yang membela orang kuat, ekonomi yang meninggalkan si miskin, karena tidak dilihat Pasal 33 dan 34. Kemudian yang kedua, saya tidak tahu itu bisa laku atau tidak. Waktu saya Ketua MPR dan teman-teman hampir semua kekuatan, itu MPR zaman saya itu melucuti kekuasan, yaitu kekuasaan yang sangat penting yakni memilih presiden dan wapres. Dilemparkan… sudahlah biarlah rakyat yang berdaulat pilihlah rakyat presidenmu dan wapresmu. Alasannya selain lebih mantap langsung oleh rakyat, yang kedua adalah bahwa politik uang tidak akan bisa dilakukan.
Waktu itu saya dan teman-teman sangat bodoh, waktu itu saya berpikir mana mungkin ada kekuatan ekonomi menggunakan politik uang untuk memenangkan jagonya itu sampai puluhan triliun. Waktu itu enggak sadar saya. Ternyata sekarang kita mengetahui bahwa pemilihan langsung pun itu bisa diatur dengan uang. Pilkada bupati, gubernur (bisa politik) uang. Nah jadi andai kata MPR itu boleh memilih kembali presiden, itu saya setuju. Bukan saya plin-plan ya tetapi saya punya insya Allah kejujuran bahwa setelah kita berikan ke rakyat langsung, seperti ini kejadiannya.
Yang pandai jualan citra, (seperti) membawa bayi, merangkul orang tua, lantas (ada juga) masuk ke got, itu wah kita enggak bisa apa-apa. Tapi kalau MPR itu terdidik, bertanggung jawab. Andai kata ada politik uang diawasi lebih gampang. Tapi kalau dari Merauke sampai Sabang, ada berapa ratus ribu desa ikut pemilu, di tiap-tiap desa ada koordinator lapangan, korlap, untuk membagi-bagi uang membeli suara kita tidak bisa apa-apa.
Bagaimana dengan Komisi III akan membentuk Panja kasus Freeport, sementara Kejaksaan Agung agak keberatan?Saya ini sudah di atas kutak-katik pasal, argumen-argumen hukum yang ecek-ecek. (Persoalan Freeport) ini sudah pertaruhan nasib bangsa kita di masa mendatang. Jadi begini Mbak, Mas, saya kan hampir tiap malam masih browsing di internet. Sebagai bangsa kita malu karena bangsa-bangsa lain yang tidak ada hubungannya dengan kita itu sudah betul-betul teriak mengapa kamu (Indonesia) biarkan Freeport itu menghancurkan lingkungan hidupmu. Sampai-sampai dana pensiun Finlandia atau Swedia itu menarik US$200 juta dari sahamnya tidak tega melihat kehancuran ekologi (di Papua) yang sudah tidak masuk akal.
Dan pengamat pertambangan di Amerika mengatakan bahwa kemungkinan besar Freeport adalah korporasi yang melakukan ekoside, ekoside itu membunuh ekologi, mungkin yang paling besar di muka bumi sekarang ini. Sekarang bayangkan Mbak, Mas, limbah yang dikirim dari Gunung Jayawijaya itu lewat sungai kemudian ke lautan Arafura, itu setiap harinya (menghasilkan limbah) 300 ribu ton. Bisa bayangkan ya sehingga menghancurkan Arafura, plankton mati, binatang-binatang tidak bisa berkembang di sana, ikan.
Kemudian kalau tidak salah Jaringan Advokasi Tambang, Mbak Siti Maemunah pernah membuat perhitungan yang akurat. Andai kata limbah Freeport itu dilemparkan ke DKI (Jakarta) yang luasnya 700 kilometer persegi, itu permukaan (tanah) DKI bisa tambah 5,5 meter. Nah anehnya kita sudah seperti mati perasaan. Kemudian bayangkan yang namanya… saya pernah kesana, saya dulu masuk ke Freeport itu, saya memberikan ceramah tahun baru waktu reformasi sebagai Ketua MPR, itu yang namanya Timika, yang namanya Tembagapura, itu kota yang di dekat Freeport, itu persis sebuah kota di Amerika.
Kemewahannya, entertainment club, restorannya, gedung-gedung musik orkestra dan lain-lain. Tapi 15-20 kilometer dari Tembagapura situ saudara-saudara kita (orang) Papua masih pakai rumbai-rumbai, masih pakai koteka, waduh kasihan sekali. Nah dimana letak kebangsaan kita. Dimana letak patriotisme kita. Itu kan bangsa kita se-Tanah Air. Mengapa kok Jakarta tenang-tenang saja. Dan ini sesungguhnya (persoalan) Freeport bisa acak-acakan begini karena ada oknum-oknum di negeri ini yang juga sangat berpangkat yang menghamba kepada Freeport.
Bagaimana soal Freeport terkait dengan dugaan korupsi?Saya mempunyai dugaan sebagian itu mengalir ke pusat kekuasaan. Kalau enggak mengalir kenapa enggak berani, iya tho. Nah, jadi begini kalau saya sebagai pengamat politik itu selalu mempunyai pendirian korupsi itu yang paling besar ada di pusat kekuasaan. Dimana pusat kekuasaan? ya tentu kita tahu dimana, di Kepresidenan dan di Wakil Kepresidenan, di dua Istana, Istana Presiden dan Istana Wapres. Itu adalah dua kerumunan kekuasaan pusat sehingga sesungguhnya korupsi yang paling gede juga di situ.
Cuma kadang-kadang memang ini diberantas sulit. KPK enggak berdaya. Di negeri ini, penegak hukum itu ibarat kucing kurapan. Koruptor itu (ibarat) tikus got yang gede. Dalam alam binatang itu, saya setua ini belum pernah melihat ada kucing berani melawan tikus got itu. Tikus gagah pun tidak berani apalagi tikus yang kurapan. Semakin takut.
Jadi ini perlu energi kebersamaan. Jadi kalau misalnya Jokowi punya
political will,
decision kita setop, sesuai aturan internasional tidak kita langgar, tidak kita perpanjangan lagi. DPR-nya juga mendukung, lantas partai-partai mendukung, NGO merah putih juga mendukung, tentara mendukung, maka selesai sudah (persoalan Freeport) untuk kebaikan kita. Tetapi untuk itu perlu semangat Diponegoro, semangat Hasanuddin, semangat Panglima Polim, semangat Tjut Nyak Dien, ya semangat tokoh-tokoh pendiri bangsa, Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, yang sekarang ini memang entah kemana. Tiba-tiba nyali kita jadi hilang. Ya mudah-mudahan masih ada lah kebaikan-kebaikan.
Simak lanjutan wawancara Amien Rais pada bagian berikutnya.Amien Rais: Penembak Mobil Saya Tidak Diketahui Sampai Sekarang (4) (obs/obs)