Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan akan menggelar rapat paripurna tingkat menteri terkait pemberian amnesti untuk mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka, Din Minimi alias Nurdin bin Ismail, Senin (1/2).
Tidak hanya soal Din, rapat tersebut juga akan membahas pemberian amnesti bagi sejumlah narapidana politik (napol) asal Papua.
"Sebelumnya pemerintah sudah beberapa kali merapatkan hal tersebut," ujar Deputi VII Kemenko Polhukam Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur, Marsekal Muda Agus Barnas kepada CNN Indonesia, Senin pagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan penelusuran, Luhut serta sejumlah menteri dan kepala lembaga negara setingkat kementerian akan membicarakan hasil pendalaman Komisi I dan Komisi III DPR atas surat presiden Joko Widodo tentang pemberian amnesti dan abolisi terhadap napol asal Papua.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya mengaku telah menerima surat tentang amnesti itu pada 7 Mei 2014 silam. Menurut Tantowi, Badan Musyawarah DPR langsung membahas surat tersebut dua hari setelahnya.
(Baca juga:
Panglima TNI, Kepala BIN, DPR Bahas Amnesti Tapol Papua)
“Rapat Bamus memutuskan (rencana pemberian amnesti kepada) napi politik Papua diserahkan ke Komisi III, tapi lebih dulu dirapatkan Komisi I, Komisi III, dan Menkopolhukam," ujar Tantowi di Jakarta, Mei tahun lalu.
Awal Mei 2015, Jokowi memberikan grasi kepada lima napol kasus pembobolan gudang senjata Komando Distrik Militer Wamena tahun 2003. Kelimanya adalah Apotnalogolik Lokobal, Numbungga Telenggen, Kimaus Wenda, Linus Hiluka dan Jefrai Murib.
Tentara Nasional Indonesia, tatkala masih dipimpin Jenderal Moeldoko, mencatat setidaknya masih terdapat 31 napol asal Papua. Angka tersebut berbeda dengan catatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yakni 17 napol.
Koordinator Jaringan Damai Papua, Romo Peter Neles Tebay, juga mengajukan angka berbeda tentang jumlah napol asal Papua. Merujuk catatan lembaga sywadaya masyarakat Papuans Behind Bars, Peter berkata, warga Papua yang berstatus sebagai napol berjumlah 28 orang.
(Baca juga:
Beda Jumlah Tahanan Politik Papua Versi Pemerintah & Aktivis)
Sementara itu, Din merupakan mantan kombatan GAM yang turun gunung akhir Desember 2015. Keputusan Din untuk gantung senjata diinisiasi oleh Badan Intelijen Negara dan negosiator berkewarganegaraan Finlandia dari lembaga Pacta Sunt Servanda, Juha Christensen.
Rencana pemberian amnesti terhadap Din ditentang Human Rights Working Group. Lembaga itu menyatakan, perbuatan Din setelah kesepakatan damai antara pemerintah dan GAM tahun 2005 merupakan tindakan kriminal.
Adapun, mantan anggota GAM, Munir alias Abu Rimung Daya, mendesak pemerintah memberikan amnesti kepada Din dan para pengikutnya. "Kalau pemerintah tidak merespon amnesti, mungkin ini akan memicu konflik sangat besar," katanya.
(Baca juga:
Pegiat HAM Nilai Din Minimi Tak Pantas Terima Amnesti Jokowi)
(abm/sur)