LIPUTAN KHUSUS

Kesaksian Lelaki 90 Tahun soal 'Rumah Setan' Freemasonry

Suriyanto | CNN Indonesia
Kamis, 04 Feb 2016 13:18 WIB
Orang-orang terpandang kerap berkumpul di bangunan loji yang disebut rumah setan oleh warga Bandung. Warga menduga, ada aktivitas pemanggilan arwah di dalamnya.
Goerjama, warga Bandung saksi hidup keberadaan Loji Sint Jan yang jadi pusat kegiatan tarekat rahasia Freemason di Kota Kembang. (CNN Indonesia/Suriyanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Goerjama masih ingat betul kejadian di depan bangunan yang kerap disebut sebagai rumah setan oleh warga Bandung sekitar tahun 1937. Pada malam-malam tertentu, di rumah yang tepat berada di seberang Balai Kota Bandung ini, berkumpul tokoh-tokoh Belanda di kota kembang.

Pak Goer, demikian ia sering disapa, saat itu masih berusia 12 tahun. Bersama teman sepermainannya, Goer kecil hanya hanya melihat puluhan orang mendatangi bangunan dengan ciri khas empat pilar besar itu.

“Mereka bawa mobil dan bendi,” kata Goerjama. Tak ada yang mencolok dari pakaian yang mereka kenakan.
Mobil dan Bendi menurut Goerjama adalah barang yang sangat mewah saat itu. Jumlahnya juga sangat sedikit di Bandung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak lama setelah mereka berkumpul di dalam gedung, dipastikan bakal ada suara menyeramkan terdengar hingga ke luar gedung. Bukan seperti suara orang mengaji di masjid. Pak Goer menyebutnya sebagai suara asing dan menyeramkan.

Foto Loji Sint Jan di Bandung saat masih berdiri. Foto diambil dari buku Gedenkboek van de Vrijmetselarij in Nederlandsch Oost Indie 1767-1917. (CNN Indonesia/Suriyanto)
“Hooo... Hoooo…,” kata Pak Goer menirukan suara yang baginya menyeramkan tersebut. Warga Bandung menurutnya banyak yang menyebut bahwa itu suara memanggil arwah orang yang sudah wafat.

Pria kelahiran tahun 1925 ini yakin, soal rumah setan itu bukan sekadar isapan jempol. Belakangan ia membuktikan sendiri soal hubungan perkumpulan di gedung tersebut terkait dengan ritual pemanggilan arwah.

Sebutan rumah setan diakui Pak Goer, memang desas-desus warga Kota Bandung. Julukan tersebut membuat siapapun yang bukan anggota perkumpulan itu segan atau bahkan takut mendekat.

Selain anggotanya memang para meneer Belanda, gerbang masuk gedung tersebut juga dijaga para centeng. “Mana berani kami mendekat,” kata Pak Goer. 
Gedung tersebut adalah Loji Sint Jan, tempat berkumpulnya para anggota Freemason atau Vrijmetselarij di Bandung. Gedung tersebut dulu sangat terkenal di Bandung karena jadi tempat berkumpul orang-orang besar di Bandung. Bahkan dulu jalan di mana gedung itu ada diberi nama Jalan Loge atau Logeweg. Sekarang berubah menjadi Jalan Wastu Kencana.

Kejayaan logi tersebut berakhir seiring dengan datangnya Jepang ke Indonesia. Pada Perang Dunia Kedua saat itu, bersama Jerman, Jepang memang sangat memusuhi perkumpulan Freemason.

Mendengar Jepang menang perang di Pasifik dan bakal masuk Hindia Belanda, aktivitas loji dihentikan. Buku-buku yang ada di gedung tersebut dibawa keluar dan dijual ke tukang buku bekas.
Banyak buku yang dibakar. Ryzki Wiryawan, penulis buku “Okultisme di Bandoeng Doeloe: Menelusuri Jejak Gerakan Teosofi dan Freemasonry di Bandung” mengatakan, yang paling banyak dimusnahkan adalah dokumen yang memuat daftar anggota perkumpulan.

Perayaan hari Sint Jan di Loji Mataram pada tahun 1934. Gelas diangkat untuk menghormati dan memohon berkat bagi Sultan Yogyakarta, "kepadanya perkumpulan Loji Mataram banyak berhutang budi." (Dok. Theo Stevens)
“Memang sudah ada konspirasi antara Jepang dan Jerman untuk menangkap anggota Freemason dan Yahudi,” kata Ryzki kepada CNN Indonesia.

Era pendudukan Jepang ini jadi era kelam perkumpulan Freemason. Buku-buku yang mencatat perkumpulan ini sangat minim sekali. Salah seorang rekan Pak Goer ada yang menemukan buku soal Freemason dari Loji Sint Jan.

Saat itu Pak Goer tinggal di Yogyakarta karena dibuang oleh Jepang. Iseng membaca buku Freemason itu, teman Pak Goer mengajaknya untuk mempraktikkan isi buku tersebut. Saat itu mereka menempati bekas benteng di kawasan Ambarukmo.

Bersama dua orang teman lainnya, ketiga merancang sebuah media pemanggil arwah berupa tongkat yang dibentuk menyilang. Pak Goer dan tiga orang temannya memegang keempat ujung tongkat tersebut.

Mantra dalam buku tersebut dibaca dengan beberapa bahasa seperti bahasa Indonesia, Jawa, Arab dan Belanda. Tak ada respons pada media tongkat yang mereka pegang saat mantra dibaca menggunakan bahasa Indonesia, Jawa dan Arab.

Namun saat Pak Goer membaca menggunaka bahasa Belanda, tongkat yang mereka pegang mendadak berat. “Seperti ada yang duduk di atasnya,” ujarnya. Dari informasi yang mereka terima, di benteng itu ada makam seorang Belanda, bekas pengurus kuda Sultan Yogyakarta.

Setelah kejadian itu, Pak Goer makin yakin, bahwa perkumpulan Vrijmetselarij di Loji Sint Jan selama ini memang melakukan ritual pemanggilan arwah.

Kini rumah setan tersebut tak lagi berbekas. Gedung lamanya sudah diruntuhkan dan kini dibangun masjid besar di atasnya, Masjid Al Ukhuwah yang jadi Masjid Raya Kota Bandung.

Sebelum jadi masjid, bangunan loji Sint Jan, kata Pak Goer, pernah menjadi restoran sunda, gedung pramuka dan gedung resepsi pernikahan. (sur/sip)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER