Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan tahun memilih setia bekerja sebagai penjaga bendungan ternyata tak membuat Kepala Pelaksana Bendung Katulampa Andi Sudirman merasa dapat menghindari banjir. Rasa was-was tak dapat dipungkiri dia rasakansetiap kali awan tebal menggelayut di atas kawasan Puncak.
Andi bisa saja berdiri dengan aman di dalam pos jaga sambil lekat-lekat memantau kamera pengawas yang merekam kenaikan debit air saat awan gelap datang membawa hujan.
Namun di saat melaksanakan tanggung jawab untuk mencatat dan melaporkan kondisi air kepada pos pengendali air Jawa Barat dan Jakarta, pria berusia 48 tahun itu juga ternyata merasa harus menyempatkan diri untuk mengabarkan status air di hadapannya kepada keluarganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya kalau hujan deg-degan juga. Karena banyak saudara yang tinggal di bantaran kali. Saya pasti kontak saudara-saudara yang tinggal di hilir Bogor dan memberi peringatan jangan sampai ada saudara yang terkena banjir,” kata Andi saat bertemu dengan CNNIndonesia.com, Rabu (13/1).
Rasa yang sama juga diakui Hadi. Pria berusia 25 tahun yang sejak kecil tinggal di lingkungan Bendungan Katulampa itu mengaku merasa takut setiap kali hujan lebat turun melebih waktu biasanya.
Pemuda yang baru bekerja sebagai penjaga Katulampa selama lima tahun ini bercerita, jika limpasan air sudah menyentuh angka 200 sentimeter di bibir pintu bendungan, maka permukiman yang berada di sisi kanan bendungan dapat dipastikan terendam air.
“Kalau di sini sudah sampai 200 senti, warga di hulu bendung sudah pasti terkena genangan. Bahkan pernah air masuk rumah sampai di atas lutut,” ujarnya.
“Yah, rasa takut itu ada tapi balik lagi ke tanggung jawab kerja. Harus memantau dulu baru membereskan rumah.”
Beberapa warga sekitar, dikatakan Hadi, saat ini sudah membuat antisipasi untuk menghindari luberan air dari hulu bendungan. Dinding semen setinggi hampir dua meter telah dibangun, dan warga juga menyelipkan karung-karung berisi pasir di antara dinding tersebut.
Meski begitu, Hadi mengaku sering mendapat omelan warga jika air masuk ke tengah permukiman.
“Saya pernah dimarahi sama warga ketika hujan deras dan air masuk. Mereka enggak mengerti prosedur kerja kami. Di sini itu enggak ada buka tutup pintu air, tapi mereka marah-marah bilang jangan ditutup bendungan. Saya hanya bisa jawab ini sudah faktor alam dan sudah ada prosedurnya,” ujarnya.
Walau mengaku paham benar dengan faktor alam sebagai pengubah lingkungan yang menyebabkan rumah tempat tinggalnya terendam air sungai, Hadi mengungkapkan, dirinya juga menyadari kondisi banjir saat ini juga disebabkan oleh faktor manusia.
Dia bercerita, sejak pertengahan tahun 2000-an, sungai di Bendungan Katulampa tak lagi dapat dijadikan sebagai tempat mandi ataupun memancing ikan.
Hadi menyebut, telah terjadi penurunan kualitas sungai. Saat itulah banjir parah di wilayah Jakarta dimulai.
“Dulu di sini masih jernih untuk mandi dan mengambil ikan itu gampang. Tapi kalau lihat kayak sekarang, ikan saja ogah hidup di kali. Akhirnya, anak sekarang enggak tahu nikmatnya mandi di kali,” katanya.
(meg/rdk)