Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo bertemu dengan Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia di Istana Merdeka, Rabu (10/2). Pertemuan membahas mengenai pertemuan bilateral yang terjadi antara Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dengan delegasi Rusia sehari sebelumnya.
"Yang Mulia Nikolai Patrushev melaporkan ke Presiden hasil pertemuan bilateral kemarin antara Mepolhukam dengan delegasi Rusia," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan.
Luhut mengatakan, ada beberapa kesepakatan sebagai tindak lanjut kerja sama antara Indonesia dengan Rusia di bidang intelijen. Selain itu, pertemuan juga membahas penawaran Rusia berupa alat-alat seperti Sukhoi SU-35, helikopter M17, kapal selam dan kapal cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, pertemuan dengan Jokowi juga membahas mengenai persoalan narkoba. Luhut mengatakan, delegasi Rusia memiliki kepentingan menyangkut masalah narkoba. Oleh karena itu, ujar Luhut, mereka ingin berbagi intelijen menyangkut masalah penanganan narkoba.
"Lalu, pertemuan juga membahas masalah kerjasama internasional,"kata Luhut.
Kerjasama internasional itu, ujarnya, menyangkut peran Indonesia untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah, seperti hubungan Saudi dengan Iran.
"Kami juga sampaikan ke Rusia dan mereka menyambut langkah itu walaupun mereka mengatakan ada kepentingan besar di balik itu,"ujarnya.
Kerjasama bidang pertahanan termasuk intelijen dengan Rusia, ujar Luhut, dilakukan karena pemerintah mengklaim kurang melakukan kerjasama dengan Rusia.
"Padahal badan intelijen Rusia sangat canggih dan tidak kalah canggih dari Amerika Serikat. Selama ini kita kurang kerjasama dengan mereka, tidak ada salahnya juga berbagi intelijen dengan mereka,"ujarnya.
Kunjungan ke RusiaUntuk memperat kerja sama dibidang pertahanan, pada bulan Mei nanti Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bersama Luhut akan bertolak ke Rusia.
"Menhan dan saya diundang untuk ke Rusia pada bulan Mei untuk melihat alutsista," ujar Luhut.
Luhut mengatakan pemilihan alutsista tidak terlepas dari usulan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Salah satu persyaratannya, kata Luhut, adalah pengguna tidak
top-down melainkan
bottom-up.
Selain itu, mesti terdapat transfer teknologi juga agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar untuk Rusia.
Ditanya mengenai bentuk transfer teknologi, Luhut mengatakan hal itu bisa berbentuk pertukaran informasi, pelatihan dan kerjasama peralatan.
"Selama ini, kita terlalu banyak kerjasama dengan negara Barat," katanya.
Dalam pertemuan tersebut tampak hadir pula Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly serta Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
(sur)