BNPB: Bencana Alam di 290 Kota Tewaskan 45 Orang

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Minggu, 14 Feb 2016 16:38 WIB
BNPB merinci sejak awal tahun hingga 12 Februari 2016 telah terjadi 122 kasus banjir, 65 kasus tanah longsor, dan 103 kali serangan angin puting beliung.
Tim SAR gabungan mencari korban yang tertimbun tanah longsor di Dusun Suwinong, Penungkulan, Gebang, Purworejo, Jawa Tengah Sabtu (6/2). (Antara Foto/Anis Efizudin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sejak awal tahun hingga 12 Februari 2016 sebanyak 290 kabupaten/kota dilanda bencana banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung.

Akibat bencana tersebut, 45 orang dinyatakan tewas, 48 orang mengalami luka-luka, dan hampir satu juta jiwa mengungsi, dan ribuan rumah rusak.

Dalam keterangan tertulisnya yang dirilis Minggu (14/2), BNPB merinci hingga akhir pekan lalu telah terjadi 122 banjir di 23 provinsi. Bencana tersebut telah menewaskan 14 orang dan sedikitnya lebih dari 946 ribu jiwa mengungsi, 1.767 rumah rusak, puluhan ribu rumah terendam banjir, serta 281 infrastruktur publik rusak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, terjadi 65 kali tanah longsor di 12 provinsi yang menyebabkan 29 orang tewas, 11 orang luka, 1.319 orang mengungsi dan 387 rumah rusak.

Selain itu, sebanyak 103 kali serangan angin Puting terjadi di 17 provinsi dan menyebabkan 2 orang tewas, 34 orang luka, 779 jiwa mengungsi serta 1.660 rumah rusak.

"Ini adalah data sementara yang pasti akan meningkat karena pendataan saat darurat bencana seringkali belum dapat dilakukan dengan baik," ujar Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB melalui keterangan tertulis, Minggu (14/2).

Ulah Manusia

Sutopo menjelaskan hujan adalah pemicu terjadinya banjir dan longsor. Namun, ada faktor lain yang paling berperan menyebabkan banjir dan longsor, yakni faktor antropogenik atau pengaruh ulah manusia.

"Makin rusaknya lingkungan seperti meluasnya lahan kritis, daerah aliran sungai kritis, rendahnya persentase ruang terbuka hijau dan hutan, berkembangnya permukiman di dataran banjir, pelanggaran tata ruang, buruknya pengelolaan sampah, sedimentasi, budidaya pertanian di lereng-lereng perbukitan atau pegunungan tanpa kaidah konservasi, dan lainnya telah menyebabkan wilayah makin rentan terhadap banjir dan longsor," jelasnya.

Menurutnya, politik lokal juga makin meningkatkan kerentanan bencana menyusul semakin banyaknya penerbitan ijin usaha pertambangan di bagian hulu daerah aliran sungai. Selain itu, minimnya pendanaan untuk pengurangan risiko bencana, serta terbatasnya staf profesional yang ditempatkan pada jabatan-jabatan strategis turut menambah kekhawatiran tersebut.

"Jelas disini bahwa bencana dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat. Artinya bencana dapat menghambat pembangunan, dan sebaliknya pembangunan dapat meningkatkan bencana jika tidak memperhatikan aspek-aspek pengurangan risiko bencana, ucap Sutopo.

Puncak Musim Hujan Bergeser

Berdasarkan siklusnya, jelas Sutopo, biasanya puncak musim hujan terjadi di Indonesia pada Januari sehingga bencana banjir, longsor dan puting beliung paling banyak terjadi pada bulan tersebut.

Namun, lanjutnya, terjadi anomali cuaca pada tahun ini akibat pengaruh El Nino, di mana debit hujan pada Januari tak sederas seperti biasanya dan sebarannya pun tidak merata.

Karenanya, BNPB memprediksi puncak musim hujan 2015/2016 baru akan terjadi pada bulan ini.

"Diprediksikan intensitas hujan pada bulan Februari tinggi hingga sangat tinggi, khususnya berpeluang terjadi di sebagian Sumbar, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, seluruh Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Papua dan Papua Barat," tutur Sutopo.

Kendati demikian, Sutopo mengingatkan bukan berarti daerah-daerah lain aman dari ancaman banjir, tanah longsor dan angin puting beliung. Menurutnya, ancaman bencana tetap tinggi meskipun hujan lokal akan lebih berperan sebagai penyebab bencana. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER