Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Aburizal Bakrie mengatakan, pihaknya akan segera mengirimkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bareskrim Polri.
Ical akan meminta kedua lembaga itu mengawasi pelaksanaan musyawarah nasional (Munas) partai berlambang pohon beringin itu. Hal itu dilakukan adanya dugaan
money politic atau politik uang yang dilakukan oleh para Caketum Golkar.
"Kami akan tulis surat kepada KPK dan Bareskrim Polri untuk bisa awasi dan kerjasama awasi Munas ini. Mereka lebih tau," kata Ical di Kantor DPP Partai Golkar, Jumat (19/2).
Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono menyayangkan adanya dugaan
money politic yang diberikan oleh calon ketua umum kepada pengurus Dewan Pimpinan Daerah tingkat II menjelang pelaksanaan musyawarah nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia tak ada yang salah jika Caketum Golkar melakukan safari politik ke sejumlah daerah. Yang tidak dibenarkan adalah membagi-bagi uang dalam kampanyenya.
"Caketum itu sekarang sedang bergerak di daerah itu boleh, bertemu berdialog. Tapi jangan kemudian, apa lagi dengan terang-terangan bagi-bagi (uang) itu saya kira harus ditinggalkan," tegas Agung.
Oleh karena itu, Agung mengatakan sejak awal dirinya ingin KPK dilibatkan untuk mengawasi pelaksanaan Munas Golkar. Dia mengaku sudah rela untuk tidak kembali maju dalam perhelatan Munas.
Namun dia berharap kader muda yang menjadi Caketum Golkar dapat memberikan yang terbaik untuk partai beringin dan memiliki kemampuan lebih dibandingan senior-seniornya.
"Kami enggak mau merusak. Kami sudah rela gak ikut campur lagi, gak maju lagi. Kita serahkan kepada yang mudah, tapi harus lebih baik," kata Agung.
Kendati demikian, meski mengaku telah mendapat laporan terkait adanya politik uang, Agung enggan mengungkap Caketum yang diduga turut andil dalam praktek
money politic itu.
"Ya saya gak mau bicara dulu sekarang. Saya mendengar ada seperti itu, mudah-mudahan tidak benar lah laporan itu," ucap Agung.
Namun menurut dia akan lebih baik apabila surat pernyataan dukungan yang biasa dibacakan dalam Munas dihilangan. Agung menilai dukungan suara lebih baik diberikan pada saat hari pelaksanaan Munas.
Menurut dia, dukungan melalui surat pernyataan sangat intimidatif dan akan kental dengan nuansa transaksional politik uang.
"Harus dihilangkan, itu proses paling baik. Nanti semua proses pemilihan diacara tersebut, pada hari H nya di pilih langsung dikotak suara. Baik itu ketika penjaringan maupun ketika pemilihan harus terbuka," tandas Agung.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Golkar Nurdin Halid menyebutkan telah ada tawaran sejumlah uang jelang gelaran musyawarah nasional (Munas) kepada pengurus Dewan Pimpinan Daerah tingkat II oleh calon ketua umum.
Hal itu, kata Nurdin, terungkap dalam forum silaturahmi 28 DPD I Golkar se-Indonesia. Dalam forum itu ada laporan bahwa terdapat pengurus DPD II yang mengaku ditawarkan sejumlah duit dari salah satu calon untuk memberikan dukungannya.
Meski demikian, Nurdin membantah forum silaturahmi itu ditujukan untuk membahas dan menyokong calon tertentu. Mantan Ketua Umum PSSI itu menyatakan, pertemuan hanya untuk soliditas DPD I jelang gelaran Munas.
Terdapat tiga poin hasil pertemuan itu. Pertama, kata Nurdin adalah membuka ruang bagi siapapun kader untuk maju menjadi calon ketua umum. Kedua, akan melaporkan calon yang hendak melakukan politik transaksional.
Terakhir, menyepakati tidak memperbolehkan DPD II berhubungan langsung dengan calon untuk menghindari politik transaksional dalam bentuk pemberian duit terjadi.
(bag)