Jakarta, CNN Indonesia -- Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) menggugat pasal 85 ayat 1 Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN). Sidang perdana uji materi undang-undang tersebut digelar hari ini.
Ketua SPILN, Imam Ghozali mengatakan Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) UU 39/2004 tentang PPTKILN mengatur mengenai TKI yang memiliki hak mengajukan musyawarah dan meminta bantuan instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
Namun, instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, diantaranya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) belum maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dirasakan belum memberikan perlindungan dan kepastian hukum,” kata Imam dalam saran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (22/2/2016).
Kondisi ini, kata Imam karena dalam Undang-undang PPTKILN tidak diatur mengenai waktu penyelesaian dan produk hukum penyelesaian oleh BNP2TKI. Selain itu tidak ada pengaturan bagaimana proses penyelesaian selanjutnya agar sengketa atau perselisihan TKI dengan PPTKIS mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum, jika upaya yang difasilitasi oleh BNP2TKI tidak mencapai kata mufakat.
“Sehingga kami menilai ketentuan Pasal 85 ayat (2) UU No. 39/2004 tentang PPTKILN, belum memberikan kepastian hukum,” katanya. SPILN mengajukan uji materi dibantu ollen kulas hukum di antaranya
Dalam permohonann uni materi disebutkan Pasal 85 ayat (2) UU PPTKILN, bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: “Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dapat mengajukan gugatan perselisihan hak akibat tidak dipenuhinya hak-haknya yang tertuang dalam perjanjian penempatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), "
Lebih lanjut pasal itu berbunyi, "dengan syarat telah dilaksanakan musyawarah namun tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak musyawarah, dan telah dilakukan upaya penyelesaian di instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah”.
(yul)