Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Migrant Institute Adi Candra menilai buruh migran Indonesia Rita Krisdianti (28) yang saat ini terancam hukuman mati di Malaysia hanyalah korban sindikat narkotika. Ia mengatakan Rita sehari-hari dikenal sebagai perempuan yang lugu.
"Kita harus melihat masalah ini secara lebih menyeluruh. Perlu diperhatikan bahwa Rita merupakan pendatang baru dalam dunia buruh migran. Dia baru pertama kali ke luar negeri saat hendak bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI)," kata Adi kepada CNN Indonesia.com, pada Kamis malam (28/1).
Adi mengatakan Rita berasal dari daerah pedesaan di Ponorogo, Jawa Timur, yang hendak mencari peruntungan menjadi TKI di Hong Kong. Proses Rita menjadi TKI pun setelah dicek Migrant Institute telah melalui proses legal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persisnya pada 24 Mei 2012, Rita tercatat sebagai buruh migran yang diberangkatkan oleh PT Putra Indo Sejahtera (PT PIS) Madiun ke Hong Kong. Kemudian, pada Januari 2013 Rita berangkat ke Hong Kong.
Sayangnya, begitu mendapatkan pekerjaan di Hong Kong, Rita dipecat oleh atasannya setelah tiga bulan bekerja. Hal seperti ini, kata Adi, sering terjadi dan merupakan salah satu faktor yang membuat TKI rentan.
"Ada masa percobaan enam bulan. Nah, selama masa percobaan itu, aturannya memang pekerja tidak akan digaji penuh, melainkan hanya sekitar seperempat gaji penuh. Atasan sering memanfaatkan itu untuk memecat sepihak TKI," kata Adi.
Karena dipecat, Rita kemudian dipindahkan ke Makau untuk mencari pekerjaan selanjutnya beserta visa. Tenaga kerja asing diberi waktu maksimal tiga bulan untuk mencari pekerjaan. Apabila melebihi waktu tersebut, maka akan masuk dalam kategori TKI
overstayer.
"Di Makau, agensi hanya menanggung biaya penginapan tanpa memberikan uang untuk makan dan kebutuhan lainnya. Bisa dibayangkan kan orang baru seperti Rita menghadapi masalah seperti itu? Saat itu, ia dalam kondisi yang sangat terhimpit dan rentan, kemudian ada orang yang memanfaatkan kerentanan tersebut," tuturnya.
Adi menjelaskan bahwa pada umumnya sistem perekrutan buruh migran di Hong Kong memang menjadikan Makau menjadi tempat persinggahan bagi migran yang hendak mencari pekerjaan baru.
Saat Rita berniat pulang, teman satu kos Rita yang bernama Eka Suliyah dan yang berinisial RT, menawarkan pekerjaan sampingan kepada Rita yang bisa dijalankan di kampung halaman.
"Secara terpisah, menurut penuturan Poniyati, ibu Rita, saat itu Rita ditawari untuk bisnis kain dan pakaian dengan jaringan temannya. Di sana, ada seseorang yang menitipkan koper yang katanya berisi pakaian. Rita diminta membawanya ke Penang, Malaysia, karena ada orang yang mau mengambil koper tersebut," kata Adi.
Atas arahan temannya, Rita mengubah rute perjalanannya dari Makau terbang ke New Delhi, India. Di New Delhi, Rita transit menginap di suatu tempat. Dan keesokan harinya menjelang Rita akan melanjutkan perjalanannya, seseorang menemui Rita untuk menitipkan sebuah koper. Orang yang menitipkan koper tersebut mengatakan bahwa koper itu berisi pakaian.
Sesampai di Bandar Udara Internasional Bayan Lepas Penang Malaysia pada 10 Juli 2013, sekeluar dari gate pemeriksaan, Rita langsung dijemput oleh beberapa petugas Kepolisian Diraja Malaysia karena di dalam koper titipan seseorang dari New Delhi, India tersebut ditemukan paket narkotika seberat 4 kilogram.
Sesuai dengan aturan yang berlaku di negara Malaysia, Rita harus menghadapi ancaman hukuman gantung.
"Eka Suliyah, teman satu kos Rita yang menjerumuskan Rita sekarang sedang menjalani pidana kurungan selama 19 tahun di lembaga pemasyarakatan Atambua Nusa Tenggara Timur karena kasus Narkoba," kata Adi.
Dari hasil penyidikan, ada keterangan bahwa Eka Suliyah merupakan bagian dari sindikat narkoba internasional yang menjadikan pekerja migran overstayer sebagai target untuk mengembangkan jaringannya.
"Orang yang menitipkan koper itu belum diketahui siapa. Yang pasti, sudah dimasukkan ke pembelaan Rita," kata Adi.
Adapun, Migrant Institute dipercaya keluarga Rita untuk membantu pendampingan sejak pertengahan Januari 2016. Adi mengatakan bukti berupa perubahan rute perjalanan Rita secara tiba-tiba menunjukkan bahwa Rita hanyalah korban yang dijadikan kurir narkotika.
"Kami menemukan fakta bahwa rute tiket Rita diubah pada menit terakhir. Seharusnya, rutenya adalah Makau-Singapura-Jakarta. Namun kemudian berubah menjadi ke India lalu ke Malaysia," kata Adi.
Adi mengatakan rute jaringan narkotika yang diperingatkan oleh pemerintah, yaitu Makau-Bangkok-New Delhi-Penang-Jakarta atau Bali atau Surabaya. Hal itu dinilainya semakin menguatkan anggapan bahwa Rita memang dijebak dalam sindikat narkotika.
"Tanggal 26 Februari mendatang akan ada pembacaan putusan. Kalau kami tidak sempat membawa bukti ini dalam pembelaan maka akan kami masukkan saat banding atau kasasi. Kami harap Rita bisa bebas," katanya.
(obs)