Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyatakan, sebagian warga Jakarta yang terkena penggusuran sesungguhnya berhak memiliki tanah yang mereka tinggali selama puluhan tahun. Namun, pada kenyataannya hak tersebut tidak pernah diperoleh korban penggusuran.
LBH Jakarta mencatat, dari 113 penggusuran di Jakarta sepanjang tahun 2015, pada 19 kasus di antaranya, warga telah mendiami lahan mereka lebih dari 30 tahun.
Warga di 19 lokasi penggusuran tersebut tetap dipaksa meninggalkan lahan tanpa ganti rugi yang layak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catatan LBH Jakarta lainnya, 28 kasus penggusuran menimpa masyarakat yang telah menduduki lahan kurang dari 30 tahun. Sekitar 66 lainnya, LBH Jakarta tidak dapat mengidentifikasi masa tinggal korban penggusuran.
Pengacara publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy menjelaskan, masyarakat yang terkena penggusuran berhak memiliki tanahnya, jika mereka telah menghuni wilayah itu selama 30 tahun. Ketentuan itu dijamin Pasal 1963 juncto 1967 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal tersebut mengatur, warga yang menduduki suatu tanah dengan itikad baik selama kurun waktu 30 tahun atau lebih, dapat mendaftarkan tanah tersebut sebagai miliknya.
Alldo menambahkan, beberapa putusan pengadilan juga membenarkan kepemilikan tanah dengan jangka waktu di bawah 30 tahun, yaitu paling rendah 9 tahun.
"Jika pemerintah menaati aturan yang berlaku karena warga telah memenuhi kriteria formal untuk memiliki tanah, pemerintah daerah tidak boleh melakukan penggusuran paksa," ujar Alldo di Jakarta, Rabu (24/2).
Alldo menambahkan, ada pengecualian atas aturan itu. Penggusuran bisa tetap dilakukan terhadap mereka jika pemerintah daerah dapat membuktikan kepemilikan hak pengelolaan atau memperoleh kepastian hukum melalui putusan pengadilan.
"Dalam seluruh kasus, hal tersebut tidak terjadi," kata Alldo.
Persoalan berikutnya yang dihadapi masyarakat selama ini ketika berusaha mendaftarkan tanah, mereka dikenakan pungutan liar. Menurut Alldo, kebanyakan warga tidak mampu membayar pungutan itu.
"Ketika warga mencoba mendaftarkan tanah yang telah ditempati selama 30 tahun, mereka berhadapan dengan birokrasi, dikenakan pungli oleh lurah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN)," kata Alldo.
Alldo meminta pemerintah melakukan reformasi birokrasi untuk menjamin hal warga atas tanah, bukannya malah mengklaim tanah tersebut dengan penggusuran paksa.
Selain itu, LBH Jakarta juga merekomendasikan BPN untuk mengabulkan alas hak yang sah bagi warga yang posisinya telah absah di mata hukum untuk melakukan pendaftaran atas tanah yang sedang didudukinya.
Dalam catatan LBH Jakarta, sebanyak 113 kasus penggusuran paksa di Jakarta telah menelan korban sebanyak 8.145 kepala keluarga dan 6.283 unit usaha.
(abm)