Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tak ada apa-apanya dibanding peraturan serupa yang saat ini berlaku di Singapura dan Malaysia.
"Ini masih lebih moderat dibanding ISA (
Internal Security Act) yang dimiliki Singapura atau Malaysia. Orang yang terduga teroris dibawa dan diperiksa? Ya kami bisa tahan, interogasi, tapi ada batas masa penahanan untuk berapa hari," kata Luhut di kantornya, Jumat (11/3).
Menurut mantan Kepala Staf Kepresidenan itu, draf revisi UU Terorisme yang kini sudah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat sama sekali tidak melanggar hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam draf tersebut, penahanan atau pemeriksaan terhadap orang yang diduga teroris dibatasi hanya bisa berlangsung dalam kurun waktu tertentu.
Walau draf revisi UU Terorisme mengatur wewenang penegak hukum untuk dapat menangkap terduga teroris, langkah penangkapan disebut Luhut akan dilakukan secara hati-hati ke depannya.
Luhut pun mengimbau agar para penegak hukum menghindari kesalahan penangkapan orang dalam menangani isu terorisme ke depannya.
"Kami menghindari salah tangkap. Tapi kalau terjadi pasti kami akan minta maaf dan klarifikasi," kata Luhut.
Ia mengatakan ada macam-macam kriteria penangkapan sementara yang akan digunakan untuk menghindari kejadian salah tangkap, salah satunya dengan mendapatkan informasi yang bocor dan melakukan pengecekan informasi tersebut kepada Kepolisian.
Atas pertimbangan hak asasi manusia pula, ujar Luhut, pemerintah memilih untuk melakukan tindakan tegas kepada beberapa orang yang tindakannya berpotensi berujung pada pelanggaran hukum seperti kekerasan.
(agk)