Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengimbau para pejabat publik baik yang duduk di legislatif, eksekutif atau yudikatif untuk menaati aturan yang berlaku dengan menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sebagai pejabat publik siapa saja itu memang berkewajiban untuk melaporkan LHKPN baik saat dia dilantik maupun saat dia selesai jabatannya," kata Pram ditemui di Kantor Sekretaris Kabinet, Jumat (11/3).
Pram mengatakan pejabat publik yang tertib dan rutin menyerahkan laporan harta kekayaan akan lebih tenang hidupnya daripada menunda-nunda penyerahan LHKPN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sendiri sudah melaporkan lebih dari 7 kali sejak dilantik sebagai Seskab," kata Pram menjelaskan.
Pram kemudian berharap agar pejabat lainnya, yang hingga kini masih belum menyerahkan LHKPN, untuk segera melaporkan ke KPK.
"Apalagi menjadi pimpinan di lembaga tinggi negara," katanya menegaskan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi meminta sekitar 190 anggota DPR atau sekitar 37,25 persen dari total anggota dewan untuk menyerahkan LHKPN.
"Sampai hari ini 62,7 persen anggota yang lapor LHKPN. Ini tidak ada sanksi pidana," kata Agus di KPK, Kamis (10/3).
KPK pun, ujarnya, telah berkirim surat sebanyak dua kali untuk mengingatkan para legislator agar patuh melaporkan hartanya. Melalui surat tersebut, diharapkan jumlah mereka yang belum menyetor LHKPN dapat berkurang signifikan.
LHKPN digunakan untuk menjelaskan ke publik soal transparansi harta kekayaan apakah sesuai dengan profilnya sebagai pejabat di lembaga tertentu. Publik juga menilai apakah si pejabat membayar pajaknya dengan penghasilan yang didapat.
Kewajiban melaporkan LHKPN diatur dalam UU nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Berdasarkan UU tersebut, penyelenggara negara wajib bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat, dan wajib mengumumkan dan melaporkan kekayaannya saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. Jika tidak, akan ada sanksi administrasi seperti diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.
(pit)