Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri menyebut perwira yang berkelahi dengan Siyono, tersangka teroris di Klaten, Jawa Tengah, melanggar prosedur operasi standar (SOP).
"Berdasarkan SOP, tidak boleh melepas borgol. Selain itu, tersangka harus dikawal oleh dua orang," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin(14/3).
Anton mengatakan, saat kejadian, Siyono yang duduk di jok kiri tengah mobil hanya dikawal oleh satu orang yang duduk di sebelah kanannya. Sementara seorang anggota lain memegang roda kemudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semula si tersangka teroris kooperatif dengan petugas. Siyono dibawa dalam keadaan terborgol dengan mata tertutup. Saat itu dia dibawa untuk menunjukkan tempat persembunyian senjata jaringan terorisnya.
"Ketika dikatakan sudah mau sampai ke lokasi, yang bersangkutan minta dibuka tutup mata dan borgolnya. Ketika dibuka, dia langsung memukul anggota," kata Anton.
Saat itulah mereka beradu jotos di dalam mobil. Kendaraan tidak dihentikan karena jalanan sedang dalam keadaan ramai.
Akibat perkelahian itu, mobil sempat oleng dan menabrak pembatas jalan. Namun lajunya tetap tidak dihentikan.
"Dalam perkelahian, (Siyono) terbentur kepalanya dan pingsan. Kemudian dibawa ke rumah sakit dan ternyata meninggal dunia," kata Anton.
Divisi Profesi dan Pengamanan Polri saat ini sedang mengusut perwira polisi yang terlibat adu jotos itu. Meski dia diduga melanggar prosedur, sanksi yang akan dijatuhkan masih harus menunggu hasil penyidikan.
Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Brigadir Jenderal Arthur Tampi mengatakan jenazah Siyono diterima Rumah Sakit Polri Sukanto, Kramatjati, Jumat dini hari (11/3), sekitar pukul 01.00 atau 02.00 WIB.
"Kami langsung melakukan pemeriksaan, termasuk CT scan di bagian kepala. Kami dapatkan ada luka memar pada kepala bagian belakang dan pendarahan di rongga kepala karena benda tumpul," kata Arthur.
Selain itu, ada beberapa luka memar di wajah, tangan dan kaki. Namun penyebab kematian dipastikan karena pendarahan di bagian kepala.
Perwira Polri yang berkelahi dengan Siyono juga sudah divisum dan didapati mengalami luka-luka. Hasil visum Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta menunjukkan luka memar pada samping kiri dari mata kiri. Ada juga luka memar pada leher kiri dan kanan serta luka gores di lengan.
Panglima perangSiyono, kata Anton, adalah tersangka teroris berbahaya. Dia tergabung dalam jaringan teroris Neo Jamaah Islamiyah sebagai panglima di bidang investigasi yang membawahi divisi hukum dan pengamanan.
"Status yang bersangkutan ini sangat strategis, sama dengan panglima perang atau setingkat direktur," kata Anton.
Oleh sebab itu Polri menyesalkan kematian Siyono karena penyidik masih membutuhkan keterangannya untuk mengejar tersangka lain yang masih buron.
"Kami juga mempertanyakan kenapa dia sampai dikawal hanya dengan satu orang. Mungkin karena dia kooperatif, tapi itu tetap menyalahi prosedur," kata Anton.
Anton juga meminta masyarakat tidak membela Siyono karena dia jelas terlibat organisasi terlarang. "Jika sampai saat ini masih ada yang membela, berarti dia membela teroris,” katanya.
(agk)