Jakarta, CNN Indonesia -- Pengembaraan Daeng Stanzah alias Ayub alias Abu Ishaq menuju Suriah, berakhir di jeruji penjara. Lelaki muda asal Solok Selatan, Sumatra Barat, itu menghadapi vonis hakim hari ini, Selasa (15/3). Stanzah diduga hendak bergabung dengan ISIS, dan didakwa melakukan pemufakatan jahat serta percobaan tindak pidana terorisme.
Stanzah, dalam persidangan sebelumnya, mengatakan berangkat ke Suriah karena berharap kehidupan layak sesuai syariat Islam. Namun mimpinya menginjakkan kaki di Negeri Syam kandas. Ia dan keluarganya ditangkap polisi Turki justru saat hampir memasuki ‘gerbang’ Suriah.
Niat Stanzah pergi ke Suriah mengkristal pada 2014. Oktober tahun itu, Stanzah meminta temannya, Hadin Suwandoni alias Ubaedah, membantu dia hijrah ke Suriah dengan membawa istri dan dua anaknya.
Beberapa bulan kemudian, saat Stanzah sudah menyiapkan dana dan paspor untuk berangkat ke Suriah, Ubaedah mempertemukan Stanzah dengan kawannya yang bernama Eric. Eric lantas memfasilitasi kepergian Stanzah ke Suriah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eric meminta paspor dan dana sebesar Rp100 juta sebagai biaya tiket perjalanan dan akomodasi Stanzah sekeluarga ke Suriah. Stanzah pun menyerahkan empat paspor kepada Eric.
Stanzah, istri, dan dua anaknya terbang menggunakan pesawat Malaysia Airlines dari Bandara Soekarno-Hatta. Rute perjalanannya yakni Jakarta-Hong Kong-Istanbul. Di Hong Kong, mereka transit selama dua hari, kemudian melanjutkan perjalanan ke Istanbul menggunakan pesawat maskapai penerbangan Aeroflot.
Setibanya di Bandara Atatürk Istanbul, Stanzah sekeluarga menuju hotel yang di dalamnya telah berkumpul beberapa warga Indonesia lain.
Urusan
booking hotel di Hong Kong dan Turki, hingga bertemu rombongan warga Indonesia di Istanbul, seluruhnya diatur Eric.
Dari Istanbul, Stanzah bersama 17 orang warga Indonesia lain berangkat ke Gaziantep, kota di barat Anatolia –wilayah di tenggara Turki yang berjarak sekitar 97 kilometer dari utara Aleppo, kota terbesar dengan populasi penduduk terpadat di Suriah.
Menuju Gaziantep, rombongan Stanzah menggunakan minibus. Mereka menempuh 18 jam perjalanan. Setibanya di Gaziantep, rombongan berganti minibus untuk melanjutkan perjalanan menuju perbatasan Suriah.
Namun baru berjalan 10 menit, minibus yang ditumpangi rombongan Stanzah dikejar polisi Turki. Minibus lalu berhenti di gang sempit yang jalurnya sulit dilalui.
Rombongan Stanzah kemudian dibawa ke kantor polisi. Dokumen perjalanan mereka diperiksa, dan mereka akhirnya ditangkap dengan surat resmi.
Setelah ditangkap, keluarga Stanzah tinggal di penampungan orang asing di Gaziantep karena istri Stanzah hamil dan sudah hendak melahirkan. Di Gaziantep itulah akhirnya putri Stanzah lahir pada 27 Maret 2015.
Sebulan setelah kelahiran putrinya, Stanzah sekeluarga dibawa kembali ke Istanbul. Di ibu kota Turki itu, mereka telah ditunggu perwakilan Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk dipulangkan ke Indonesia.
Tanggal 2 April 2015, Stanzah, istri, dan tiga anaknya tiba di Indonesia. Mereka dijemput polisi dan dibawa ke Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Stanzah pun ditahan.
Kini menjelang pembacaan vonis terhadapnya, Stanzah membantah bergabung dengan ISIS. Ia berkata, dia bahkan tak sempat menginjak bumi Suriah.
Pada sidang 1 Maret 2016, Stanzah sempat meminta kebaikan hati majelis hakim. “Saya minta (vonis) diringankan. Anak-anak saya masih kecil, enggak tahu bagaimana kondisi mereka sekarang, diurus orangtua (saya),” ujarnya.
Stanzah yang mengenakan celana panjang cingkrang mengucapkan permohonan itu dengan suara lirih. Tatapannya serius.
Hari ini, masa depan pria muda berusia 31 tahun itu akan ditentukan majelis hakim.
(agk)