'Transisi SBY ke Jokowi Tak Tingkatkan Kebebasan Berpendapat'

Anggi Kusumadewi, Puput Tripeni Juniman | CNN Indonesia
Kamis, 17 Mar 2016 10:59 WIB
Data Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menunjukkan pelanggaran atas kebebasan berekspresi dan kerja jurnalistik di Indonesia jadi kian agresif.
Data Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menunjukkan pelanggaran atas kebebasan berekspresi dan kerja jurnalistik di Indonesia jadi kian agresif. (ANTARA/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyatakan transformasi kepemimpinan terakhir di Republik Indonesia tahun 2014 yang diharapkan dapat pula mentransformasi penegakan hak atas kebebasan berekspresi masyarakat, tak terwujud.

“Perpindahan kekuasaan dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo tak lebih dari sekadar pertukaran politik dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru dalam bentuk formal. Jaminan pemajuan dan penegakan hak asasi manusia yang secara resmi menjadi agenda politik Nawacita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, nyatanya tidak menyediakan tempat substansial bagi penegakan dan perlindungan hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat,” demikian kutipan laporan Elsam yang berjudul 'Situasi Kebebasan Berekspresi di Indonesia 2015.'

Elsam menyebut pemerintah Jokowi-JK mencetak “capaian yang mengecewakan” dalam memutus rantai kekerasan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia, dan dengan demikian mencetak rekor buruk di mata internasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sepanjang 2015, tulis Elsam, terjadi berbagai pelanggaran atas kebebasan berekspresi. “Pelarangan diskusi, kekerasan terhadap demonstran, pembungkaman kritik publik, serta pembatasan terhadap kerja jurnalistik menjadi kian agresif.”
Itu belum termasuk pembatasan dan pengawasan ketat pemerintah RI atas akses jurnalis asing ke Papua. Semua itu berimbas pada turunnya peringkat global Indonesia dalam hal kebebasan berekspresi.

Freedom House –organisasi nonpemerintah dan nonpartisan asal Amerika Serikat yang melakukan penelitian dan advokasi di bidang demokrasi, kebebasan politik, dan hak asasi manusia– memasukkan indeks kebebasan Indonesia tahun 2016 dalam kategori bebas sebagian (partly free), bukan sepenuhnya bebas (free).

Sementara Reporters Witout Borders –organisasi nonpemerintah dan nonprofit berbasis di Perancis yang mempromosikan kebebasan pers dan informasi– menempatkan indeks kebebasan pers Indonesia tahun 2015 di urutan 138 dari 180 negara, di bawah Namibia, Timor Leste, bahkan Afghanistan. Peringkat itu turun dari tahun 2014 di urutan 132.

Terakhir, kemarin pemutaran perdana film dokumenter Pulau Buru Tanah Air Beta yang mestinya digelar di Goethe-Institut, Menteng, Jakarta Pusat, dibatalkan lantaran ‘kepungan’ organisasi massa tertentu.

Pemutaran film yang bercerita tentang tahanan politik tahun 1965 yang “pulang” ke Pulau Buru, Maluku, itu akhirnya “diselamatkan” dengan dipindah ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan dihelat terbatas.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER