Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengatakan, munculnya warga asing beretnis Uighur di Indonesia dilatarbelakangi keinginan mereka untuk memisahkan diri dari negara China.
Keinginan itu muncul lantaran etnis Uighur termasuk minoritas di negeri tirai bambu tersebut. Mereka sejak lama telah bergabung dengan kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.
"Uighur ini sebenarnya kelompok yang ingin merdeka dari China, karena banyak hal yang berbeda mulai dari ras dan agama. Mereka beragama Islam," ujar Tito di Mapolda Metro Jaya, Senin (21/3).
Tito menilai, Indonesia menjadi wilayah yang potensial karena memiliki kelompok yang juga berideologi radikal. Dari situlah, etnis Uighur kemudian memanfaatkan jaringan mereka di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka melihat jaringan Indonesia ini termasuk kuat di Asia Tenggara, sehingga tidak heran ketika tokoh ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) yang ada di Suriah baik dari Indonesia atau Uighur bisa gabung di sana," katanya.
Tiap kelompok kemudian berinteraksi dan membentuk jaringan global untuk menggerakkan jaringan mereka di masing-masing negara. Mantan Kepala Kepolisian Polda Metro Jaya ini menduga ada tujuan lain dari kelompok Uighur. Namun Tito meyakini tujuan mereka adalah menginginkan kemerdekaan atas kelompoknya.
"Ini yang membuat kelompok Uighur kemudian memanfaatkan jaringan di Indonesia untuk bersembunyi, berlatih, maupun berjihad," tutur Tito.
Ia melanjutkan, hingga saat ini polisi telah mengamankan sejumlah warga etnis Uighur. Empat di antaranya telah divonis pada tahun 2015, satu orang tertangkap di Bekasi, dan yang terakhir adalah dua orang yang tertembak di Poso beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, polisi mengungkapkan keberadaan warga negara asing dari suku Uighur sudah bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulawesi Tengah, sejak lama.
Berdasarkan catatan dan informasi CNNIndonesia.com, setidaknya ada tujuh warga Uyghur yang terdeteksi di sana sejak saat itu. Empat orang di antaranya, yang membawa paspor Turki, ditangkap di Parigi Moutong dan sudah dihukum penjara enam tahun, 2015 lalu.
Mereka adalah Ahmed Bozoglan, Ahmet Mahmut, Altinci Bayram dan Tuzer Abdul Basit. Hakim memutus keempatnya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Undang-Undang Terorisme dan Undang-Undang Keimigrasian.
(pit)