Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar politik-militer Universitas Hasanuddin, Mulyadi, mengatakan persoalan separatisme muncul karena memang ada masalah dalam proses penyatuan bangsa. Ini pula yang menurutnya terjadi di Papua.
Mulyadi menyatakan pemerintah Republik Indonesia perlu membangun pendekatan psikologi politik dalam menyelesaikan ancaman konflik di Papua, sebab pembangunan fisik saja tak cukup.
"Saya harus tegaskan, sekalipun pemerintah ganti Koteka dengan emas, ancaman separatis akan tetap ada kalau pendekatan pemerintah adalah Indonesia akui Papua bagian dari mereka, bukannya Papua akui Indonesia adalah mereka," ujar Mulyadi di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menekankan, pendekatan kultural menjadi salah satu kunci agar nasionalisme bisa muncul dari warga Papua, dan persoalan psikologi politik dalam diri rakyat Papua seperti merasa dianaktirikan, disepelekan, dan tidak dihargai, bisa dihilangkan.
Saat ini, Selasa (29/3), Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan sedang berkunjung ke Papua. Provinsi paling timur Indonesia itu menjadi tujuan pertama dari rangkaian lawatan sepekan Luhut ke Papua, Papua Nugini, dan Fiji.
Lawatan ini telah direncanakan Luhut sejak beberapa waktu lalu untuk menghadang laju ekspansi Gerakan Pembebasan Papua, menyusul langkah organisasi itu meresmikan kantor di Wamena setelah sebelumnya membuka kantor di Vanuatu dan Solomon –negara-negara tetangga Fiji di kawasan Pasifik Selatan yang dihuni mayoritas ras Melanesia seperti Papua.
Juru Bicara Gerakan Pembebasan Papua Benny Wenda sebelumnya mengklaim organisasinya mendapat dukungan negara-negara Melanesia. Misi Gerakan Pembebasan Papua ialah untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat internasional atas hak rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri.
Benny yang kini tinggal di London, Inggris, pascakabur dari Penjara Abepura, Jayapura, pada 2002 itu juga menuntut kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua diusut tuntas dengan melibatkan misi pencari fakta beranggotakan perwakilan negara-negara Pasifik Selatan.
Soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua, menurut Luhut di Jayapura, hingga kini masih diteliti dan dipilah-pilah oleh pemerintah Indonesia. Ada 16 kasus yang diteliti, termasuk penembakan di Paniai dan Wasior. Untuk itu pemerintah RI akan memanggil Gubernur Papua, Kapolda Papua, Pangdam Cenderawasih, dan Komnas HAM.
Sementara mengenai sikap pemerintah pusat terhadap Papua, Luhut menyatakan Presiden Jokowi bukan tipe orang yang suma mengumbar janji, termasuk kepada rakyat Papua. Luhut meyakinkan, Jokowi akan merealisasikan semua janjinya.
(agk)