Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andrianti menyatakan pengungkapan kasus dugaan korupsi pembangunan RS Pendidikan dan pengembangan sarana dan prasarana di Universitas Airlangga, Surabaya berdasarkan pengembangan kasus tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka Muhammad Nazarudin.
"Iya itu (kasus dugaan korupai di Unair) sebenernya pengembangan dari situ (kasus TPPU Nazaruddin)," ujar Yuyuk dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/3).
Namun, ia enggan menjelaskan secara detail atas hal tersebut. Pasalnya ia mengaku, selain baru menetapkan mantan Rektor Unair Fasichul Lisan sebagai tersangka, penyidik KPK juga baru saja melakukan penggeledahan terhadap Divisi Operasi PT Pembangunan Perumahan (PP) Sidoarjo yang diketahui sebagai salah satu kontraktor pemenang kedua proyek tersebut.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen kontrak dan dokumen keuangan yang diduga terkait dengan proyek pembangunan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu menrutnya tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam perkara ini.
"PT PP salah satu pemengang kontraktor untuk RS di Unair. Mengenai keterlibatan siapa dalam PT PP tersebut pasti akan didalami oleh penyidik. Karena kemarin baru kita sita dokumen kontrak dan dari situ akan kita telusuri," ujarnya.
Hingga saat ini KPK, kata Yayuk, juga masih melakukan penggeledahan terhadap kantor Rektorat Unair untuk memperdalam penyidikan.
Sebelumnya, Nazarudin melalui sejumlah perusahaan miliknya diketahui menggarap sejumlah proyek pembangunan gedung di beberapa universitas di Indonesia.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut selalu menargetkan keuntungan dari setiap proyek yang dikerjakan perusahaannya. Besar keuntungannya 40 persen. Selama menggarap proyek, tidak pernah ada perusahaan yang merugi.
Untuk perkara di Unair, Fasichul yang menjabat sebagai rektor pada 2006-2015 merupakan Kuasa Pengguna Anggaran. Dia diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya dirinya sendiri dalam proyek pembangunan RS Pendidikan tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan, kerugian negara diduga mencapai Rp85 miliar dari total proyek pembangunan senilai Rp300 miliar.
Atas perbuatannya FAS disangka Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 6 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(sur)