Jakarta, CNN Indonesia -- Yulianis, eks anak buah pemilik Permai Group Muhammad Nazaruddin, menyebut eks Menteri Perhubungan Freddy Numberi menerima fee proyek dari mantan anggota DPR M Nazaruddin. Yulianis menyebutkan fee digunakan untuk memuluskan proyek.
"Yang menerima fee ada dari Kemenhub Pak Pak Freddy Numberi. Ada juga Said dari Komisi Agama, Tamsil Linrung, Muhidin (Muhidin Mohamad Said), Yoseph (Yoseph Umar Hadi)," kata Yulianis saat bersaksi untuk Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/2).
Saat kasus Nazaruddin mencuat, Freddy telah menjadi menteri sejak 2009 hingga 2011. Sebelumnya ia pernah menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sosok lain yang diungkap yakni politikus PKS Tamsil yang pernah menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPR RI periode 2009-2014. Pada saat yang sama, Nazar juga merupakan anggota Badan Anggaran.
Sementara itu, Muhidin yang merupakan politikus Golkar ini duduk di Komisi V DPR. Sedangkan Said Abdullah merupakan anggota Komisi VIII DPR RI periode 2009-2014.
Duit juga dialirkan ke sejumlah anggota Badan Anggaran DPR RI lainnya seperti Angelina Sondakh dan I Wayan Koster. Anggota legislatif seperti Abdul Karding dan Nurul Iman Mustofa juga disebut menikmati fulus panas.
Yulianis yang dulu menjabat sebagai Wakil Direktur Keuangan Permai Group milik Nazaruddin mengungkapkan dirinya memiliki dan mencatat laporan keuangan termasuk aliran duit untuk sejumlah orang. Seluruh penerimaan fee maupun pengeluaran ke sejumlah pihak diberikan atas instruksi dari Nazaruddin.
"Semua harus izin dari Pak Nazar. Orang marketing harus mengajukan berapa yang diajukan ke Anggota DPR," ucapnya.
Yulianis dalam kesaksiannya menjelaskan uang untuk anggota DPR diberikan agar mendapatkan anggaran proyek sesuai dengan mitra kerjanya. Sementara duit untuk Kementerian Perhubungan atau pihak pemerintah lainnya diberikan untuk memuluskan proyek.
"Kalau untuk panitia proyek (pemerintah) supaya proyek jalannya smooth, baik, dan tidak diganggu," katanya.
Yulianis mengatakan duit yang disetorkan berasal dari perusahaan pihak ketiga yakni PT Duta Graha Indah (PT DGI) dan PT Nindya Karya (PT NK) senilai Rp40,36 miliar.
"Perusahaan itu dapat kerjaan dari Pak Nazar dan bayar fee beda-beda dari 7,5 persen sampai 22 persen," katanya.
Pemberian fee dilakukan melalui beragam cara seperti pembuatan kontrak fiktif dengan perusahaan pihak ketiga, cek, atau tunai. "Tahun 2009 bikin kontrak palsu seperti pembelian barang. PT DGI pura-pura beli barang. 2010 mereka bikin cek," katanya.
Sejumlah proyek yang digarap PT DGI melalui Nazaruddin yakni proyek gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayanan (BP2IP) Surabaya Tahap 3, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Daerah Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac Rumah Sakit Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, RSUD Ponorogo.
Sementara proyek yang digarap PT Nindya Karya yakni pembangunan Rating School Aceh serta pembangunan gedung Universitas Brawijaya pada tahun 2010.
Untuk kasus ini, Nazaruddin diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (primair) serta pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
(pit)