Jakarta, CNN Indonesia -- Hasyim Muzadi berharap tokoh muslim Moro Nur Misuari membantu proses pembebasan warga negara Indonesia yang disandera Abu Sayyaf. Sebagai tokoh yang sangat dihormati di Filipina Selatan, Misuari dinilai Hasyim bisa menggunakan pengaruhnya pada kelompok penyandera.
Hasyim berbicara atas nama Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholar (ICIS). Menurutnya, pembebasan para sandera sangat penting mengingat hubungan diplomatik yang telah berjalan baik antara ICIS dan Misuari. Hubungan baik itu yang telah berbuah dengan meredanya ketegangan kelompok Misuari dengan Pemerintah Filipina.
Tokoh senior Nahdlatul Ulama dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu berharap agar Misuari dapat mengerti posisi netral ICIS dalam pergaulan umat Islam dunia serta dunia internasional.
"Saya yakin imbauan ini akan dipertimbangkan Nur Misuari, demi hubungan baik dan persaudaraan muslimin ASEAN," kata Hayim di Jakarta, Jumat (1/4) seperti diberitakan Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Posisi netral ICS menurut itu Hasyim pernah berperan dalam membebaskan sandera para wartawan Korea Selatan di Afghanistan beberapa tahun lalu. Para tokoh Taliban di Afganistan saat itu bersedia membebaskan sandera atas permintaan ICIS.
Selain itu Pemerintah Iran pada masa pemerintahan Ahmadinnejad bersedia memberikan pengampunan terhadap WNI yang tertangkap di Iran sebagai awak kapal berbendera Amerika yang masuk ke wilayah Iran.
Untuk penyanderaan di Filipina, Hasyim mendesak kelompok Abu Sayyaf harus membebaskan sandera WNI tanpa syarat apapun seperti tebusan atau semacamnya.
"Cara-cara semacam itu (tebusan) tidak dikenal dalam Islam serta bertentangan dengan hukum internasional," kata Hasyim.
Kelompok penyandera diketahui meminta tebusan sebesar 50 juta peso (sekitar Rp14,3 miliar) untuk pembebasan 10 sandera tersebut. Para sandera kini disembunyikan di pedalaman Pulau Sulu.
Kementerian Luar Negeri menyatakan ada dua kapal yang dibajak kelompok Abu Sayyaf, yakni Brahma 12 dan Anand 12 yang membawa 7 ribu ton batu bara. Kapal itu bertolak dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Filipina pada 15 Maret.
Wakil Komandan Pasukan Khusus Zambasulta (Zamboanga-Basilan-Sulu dan Tawi-Tawi) Filipina, Mayor Jenderal Demy Tejares, mengatakan bahwa kapal itu dibajak di perairan Sulu pada Senin malam lalu. Brahma 12 sudah dilepas dan kini berada di tangan otoritas Filipina, sedangkan Anand 12 dan sepuluh awaknya masih disandera.
(sur)