Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tak bisa menghentikan sistem mobil berpenumpang tiga atau lebih (3 in 1) di jalur protokol tanpa dukungan kepolisian. Dukungan dibutuhkan karena kepolisian yang berwenang menilang kendaraan bermotor yang melanggar aturan.
"Kalau Polda tidak mendukung, saya tidak berani karena yang bisa menilang motor dan mobil itu hanya polisi," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (14/4).
Dinas Perhubungan melalui personel
traffic warden tak berhak menilang dan hanya membantu kepolisian mengurai kemacetan di jalan.
"Traffic warden Dinas Perhubungan itu berhak menilang dan Indonesia pernah mengalami tapi setelah ada Undang-undang Lalu Lintas, menyerahkan ke polisi. Kalau polisi ngotot tidak berani ya kami tidak berani lawan," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, kata Ahok, hasil uji coba penghapusan 3 in 1 ini akan menjadi bahan evaluasi. Dari hasil evaluasi nantinya diharapkan ada rekomendasi tepat untuk mengurai kemacetan ibu kota. Uji coba penghapusan 3 in 1 dilakukan sejak tanggal 5 hingga 8 April 2016 dan dilanjutkan pada 11 hingga 13 April 2016.
Ahok sendiri menilai, ada atau tidak sistem 3 in 1, kemacetan tetap ada. Bedanya tanpa ada 3 in 1 saat uji coba kemarin, jalan protokol menjadi lebih padat. "Jalan protokol (jumlah kendaraan) naik 20 persen," katanya.
Namun di jalan arteri, justru cenderung lengang. Sementara menurut Ahok, saat 3 in 1 diberlakukan, jalan jalur non-protokol juga padat karena mobil melintas jalur ini.
Sebelumnya, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menginginkan agar 3 in 1 dilanjutkan di ruas jalan utama di Jakarta lantaran uji coba penghapusan dinilai tak efektif. Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budiyanto terjadi peningkatan akses volumen kendaraan menuju utara, barat, timur maupun selatan yang mengarah ke Semanggi, Sudirman dan Thamrin.
Meski demikian, penurunan volumen kendaraan sempat terjadi di sejumlah ruas jalan alternatif seperti di Jalan KS Tubun, Jalan Kyai Mansyur, Jalan Abdul Muis, Jalan Palmerah, Jalan Suparman, dan Jalan Rasuna Said.
Menurut Budiyanto, pemerintah provinsi DKI Jakarta mesti bersabar jika ingin mengganti kebijakan 3 in 1 dengan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar.
(sur)