Jakarta, CNN Indonesia -- Pesawat CN-295M dari skadron udara 2 terbang di atas ketinggian 6.000 kaki. Pesawat angkut taktis militer Twin Turboprop ini mengangkut 20 orang penerjun payung TNI Angkatan Udara.
Cuaca sore itu, Jumat (15/4), mendukung demonstrasi terjun payung dari Korps Pasukan Khas TNI AU. Di bawah langit Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, para pengunjung pameran Bulan Dirgantara menunggu aksi mereka.
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna ikut menyaksikan laga anak buahnya. Satu per satu anggota tim keluar dari pesawat rakitan PT Dirgantara Indonesia kerjasama dengan Airbus Military Spanyol itu. Mereka terjun sesuai aba-aba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiba giliran Sertu Bernadus Setya mengambil ancang-ancang, bersiap melancarkan aksinya. Sebelum terjun, hatinya tak keruan. Adrenalinnya berdetak kencang sebelum meloncat keluar dari pesawat.
Meski telah merasakan terjun sebanyak 720 kali, ketakutan itu masih saja menghantui Bernadus tiap kali hendak melompat. Bernadus berusaha tenang mengusir gugup.
“Kami berusaha lawan rasa takut di saat kami melayang keluar dari pesawat. Semua orang takut (sebelum terjun), yang enggak takut itu gila," kata Bernadus mengungkapkan perasaanya kepada CNNIndonesia.com, usai pertunjukan.
Usai meloncat, Bernadus merasa lega. Namun itu tak berlangsung lama, jantungnya kembali berderap. Segera setelah dia berhasil menyeimbangkan tubuh, parasut dibentangkan.
Itu dilakukan dalam hitungan tiga detik begitu keluar dari pesawat. Perhitungannya harus matang sebelum mencabut parasut utama. Jika tidak, parasut tak akan mengembang dengan sempurna.
Alat kendali bisa jadi tak stabil. Tahap ini merupakan tantangan kedua, baginya. "Saat mencabut payung, kalau salah pasti
trouble payungnya," ujar Bernadus.
Sebagai pemimpin The Red Line Team Canopy Formation Paskhas TNI AU, Bernadus tahu kapan dia akan memulai aksinya. Dia menarget paling rendah di atas ketinggian 4.000 kaki, timnya harus bergabung membentuk formasi di udara.
"Karena ini misinya demo, kalau semakin rendah semakin sebentar orang melihat kami. Justru kami ingin setinggi mungkin buat formasi supaya lama dilihat," katanya.
Serka Wardoyo dan Sertu Agung Triharto segera mengatur posisi dengan Bernadus. Mereka bermanuver membentuk formasi kanopi model pin atau stick, agar terlihat bertingkat seperti tongkat.
Bernadus mengambil posisi paling atas. Dia menjadi pengendali atraksi. Kakinya mengait kur parasut di bawahnya. Posisi yang sama juga dilakukan Wardoyo dan Agung.
Penonton di bawah melihat mereka saling bertumpu di atas parasut. Layaknya garis vertikal yang berdiri tegak. "Jadi kaki yang berperan mengait antara satu parasut dengan yang lain sehingga terjadi hubungan (seimbang tegak)," tuturnya.
Tak lama kemudian, mereka menyiapkan pendaratan. Lagi-lagi hati Bernadus berdebar. Butuh ketepatan perhitungan untuk mengatur kendali dan mengetahui kecepatan angin di bawah. Risikonya jika salah mendarat, kaki bisa keseleo atau paling parah bisa patah.
Misi demonstrasi selesai. Bernadus tersenyum lebar ketika bisa menginjakkan kaki dengan aman. Apalagi terdengar riuh tepuk tangan dari pengunjung yang menonton aksinya.
Sekian tantangan dan ketakutan yang memacu adrenalinnya hilang begitu saja. "Asyiknya jadi penerjun itu ada tantangan tersendiri, rasanya puas saat kita landing aman, puas di hati, besok ingin mencoba lagi," ceritanya.
Bernadus mengatakan, ada tiga momen yang paling menakutkan saat terjun payung, yaitu ketika mau keluar dari pesawat, saat mau mencabut parasut, dan momen pendaratan. "Tiga tahap itu yang ketakutan atau risikonya paling tinggi," ucapnya.
Namun bagi Bernadus, seorang penerjun harus bisa mengatasi rasa takut. Bukan berarti mereka harus merasa terlalu berani. Perhitungannya harus matang.
Sedikit saja ada perhitungan yang salah, pasti terjadi masalah. Apalagi jika masalah itu terjadi saat bermanuver formasi kanopi. Parasut bisa melilit satu sama lain.
Lelaki berkulit gelap ini tak jarang mengalami persoalan saat melayang di udara. Misalnya ketika parasutnya tak mengembang sempurna. Bahkan dirinya pernah terbungkus parasut saat melakukan formasi kanopi.
Kejadian itu dia alami ketika latihan maupun demonstrasi di Jakarta, Manado, dan Tasikmalaya. Dalam situasi ini, Bernadus berusaha tetap berpikir tenang dan tidak panik.
Dia potong talinya satu per satu. Bernadus memilih membuang parasut utama dan membuka parasut cadangan. Itu jadi alternatif terakhir jika masalah tak bisa diatasi.
"Cutaway (potong payung) dan terbungkus parasut sudah beberapa kali, puji Tuhan kami bisa mengatasi dan selamat sampai landing," Bernadus mengenang. Biasanya formasi kanopi itu dilakukan bersama lima orang. Namun dua orang lainnya berhalangan hadir; seorang anggota ada urusan dinas dan seorang lagi masih cedera sejak tahun lalu.
Hari ini timnya hendak menyuguhkan formasi kanopi yang membuat mereka bermanuver membentuk dua sisi mata uang di sebelah kiri dan kanan.
Karena risikonya cukup besar, lanjut Bernadus, perlu latihan khusus untuk melakukan atraksi formasi kanopi. Jika salah berkoordinasi saat membentuk formasi, payung bisa membelit penerjun satu sama lain.
"Jadi sangat berbahaya, tidak bisa dilakukan sembarang penerjun apalagi penerjun pemula," kata Bernadus yang telah 16 tahun jadi penerjun.
Bernadus bercerita, masa kecilnya di Yogyakarta sering melihat atraksi terjun payung. Dia penasaran bagaimana rasanya terjun dari pesawat dan melayang di udara.
"Saya sampai terbawa mimpi, rasanya jatuh dari pesawat melayang itu seperti apa. Itu mengusik hati saya setiap saat, besok saya harus bisa naik pesawat dan harus bisa terjun," kenangnya. Mimpi itu kini telah terbayar.
Bernadus bersama timnya juga pernah bertanding dalam kejuaraan di tingkat Asia; Asiana Parachuting Championships di China pada 2003. Timnya masuk lima besar saat mereka baru pemula di dunia formasi kanopi. Rangkaian acara perayaan HUT TNI AU ke 70 dilakukan selama beberapa pekan. Dalam pembukaan sesi Edutech Expo kemarin, masyarakat diajak melihat dan memahami alutsista yang dimiliki TNI AU.
Di lapangan bekas embarkasi haji itu, sembilan pesawat TNI AU diparkir. Beberapa di antaranya pesawat Hercules A-1326, Fokker A-2804, KT-1B Woong Bee D-0112, Hawk 200 TT-0232, F-16 TS-1611, CN-295 A-2907, dan Boeing 373 A-7306.
Seorang pengunjung, Aldi Pratama, sore itu sibuk mengambil gambar pesawat F-16. Siswa kelas 3 SMA itu sengaja datang dari Bogor untuk melihat pesawat tempur milik TNI AU. Selama ini dia hanya bisa melihat foto-foto pesawat tempur Indonesia di media sosial instagram.
"Ini buat motivasi, karena cita-cita saya mau jadi penerbang," kata lelaki 17 tahun itu. Aldi datang ke Lanud Halim PK sekaligus untuk mendaftar sebagai taruna TNI AU.
Sementara Hikmah sekeluarga sempat kecewa lantaran mereka tidak bisa menaiki pesawat yang dipajang. Para pengunjung hanya bisa melihat alutsista itu dari luar. Dia berharap ke depan bisa ikut menikmati suasana di dalam pesawat.
Meski demikian dia mengaku senang bisa mengajak kedua anaknya dan suami. Guru SMA ini datang dari rumahnya di kawasan Slipi, Jakarta Barat, untuk memperkenalkan kepada anaknya yang masih sekolah dasar tentang dunia kedirgantaraan.
"Saya mau menumbuhkan kepada anak untuk cinta sama Indonesia, itu kan penting. Anak sekarang rasa cinta itu (kepada negara) agak kurang. Makanya perlu ditanamkan sejak kecil," ujar Hikmah bangga.