Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak mendukung satu tokoh pun dalam pemilihan ketua umum Partai Golkar. Hal tersebut diutarakan Kalla setelah berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo.
"Pemerintah tidak mendukung siapapun, apalagi mendukung seseorang yang dulu justru menjual dan bertindak dengan mengatasnamakan presiden," ujarnya saat ditemui di kantor Perum Bulog, Jakarta, Selasa (10/5).
Kalla menuturkan,saat berbincang dengannya, Jokowi sempat marah karena namanya disebut mendukung tokoh tertentu pada musyawarah nasional luar biasa Golkar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip Jokowi, Kalla berkata, isu tersebut serupa dengan kasus pencatutan nama presiden pada perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
"Presiden sangat marah. Dukungan itu sama sekali tidak benar," ucapnya.
Kalla menyebut sejumlah alasan tidak mementahkan tudingan Jokowi mendukung salah satu calon ketua umum Golkar.
Pertama, kata Kalla, Jokowi bukanlah kader Golkar. Kedua, dukungan pemerintah kepada salah satu calon ketua umum partai akan mengembalikan Indonesia tradisi negatif yang terjadi pada era sebelum reformasi.
"Pemerintah tak ingin mengembalikan cara Orde Baru," kata Kalla.
Lebih dari itu, Kalla berkata, pemerintah tidak akan mempersoalkan dukungan menteri tertentu kepada salah satu calon ketua umum partai.
Namun, menurutnya, dukungan itu harus bersifat personal dan bukan mengatasnamakan pemerintah.
Jelang munaslub, delapan bakal calon ketua umum Golkar telah lolos tahap verifikasi, yakni Setya Novanto, Aziz Syamsudin, Mahyudin, Ade Komarudin, dan Syahrul Yasin Limpo.
Tiga nama lainnya adalah Airlangga Hartarto, Indra Bambang Utoyo dan Priyo Budi Santoso.
Wakil Ketua Panitia Penyelenggara Munaslub Partai Golkar Yorrys Raweyai, mengatakan panitia memang sering bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Namun Yorrys membantah pertemuan itu bertujuan untuk menggalang dukungan tertentu. Ia berkata, pertemuan itu dilakukan sebagai bentuk komunikasi antara kader muda dan kader seniornya yang saat ini duduk di pemerintahan.
"Golkar sudah memulai tradisi baru untuk meminimalisir hal-hal itu (potensi politik transaksional)," kata Yorrys.
(abm)