Perppu Dinilai Tak Cukup Kuat Lindungi Anak dari Kekerasan

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Kamis, 12 Mei 2016 08:51 WIB
Pemerintah diminta untuk tetap mendorong revisi UU Perlindungan Anak dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Sejumlah aktivis menggelar aksi #SisterInDanger Bunyikan Tanda Bahaya: Darurat Kekerasa Seksual Terhadap Anak dan Perempuan di depan gedung DPR/MPR RI Jakarta, Rabu (11/5). (CNNIndonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis dan penggiat isu anak menilai peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) soal perlindungan kekerasan seksual anak tidak cukup kuat untuk menjadi payung hukum. Revisi Undang-undang perlindungan anak dan kekerasan seksual diminta untuk didorong sebagai prioritas pemerintah.

Pendamping hukum dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar Siti Sapurah mengatakan pihaknya menginginkan agar pemerintah terus mendorong revisi UU Perlindungan anak serta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

"Perppu itu adalah pengganti UU. Untuk sementara tidak apa-apa karena UU lama, tapi untuk jangka panjang revisi UU Perlindungan Anak dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi yang utama," kata pendamping hukum kasus Angeline tersebut dihubungi CNNIndonesia, Kamis (12/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perempuan yang akrab dipanggil Ipung tersebut menjelaskan keberadaan Perppu, yang dikeluarkan langsung oleh Presiden, hanya bersifat sementara. Perppu bisa dengan mudah diganti jika pemerintahan berganti pula. Oleh karena itu, dia menilai revisi UU, sebagai bagian proses jangka panjang, penting untuk menjadi payung hukum perlindungan anak dari kasus kekerasan seksual.

Hal yang menjadi penting untuk ditekankan dalam UU, ujarnya, adalah persoalan hukuman pokok maksimal bagi pelaku kekerasan seksual anak. Dalam Perppu yang disepakati pemerintah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menegaskan aturan tersebut memuat juga mengenai hukuman pokok maksimal, yang direncanakan akan dinaikkan dari 15 tahun menjadi 20 tahun.

Tak hanya itu, Yasonna juga menyebutkan akan adanya hukuman tambahan dan berlapis dengan kemungkinan hukuman kebiri bagi predator dan paedofil anak.

Ipung menegaskan aturan tersebut baru terdapat dalam Perppu. Sementara, UU yang ada selama ini, yakni UU Nomor 23 Tahun 2002 dan UU Nomor 35 Tahun 2014 soal Perlindungan Anak, belum memuat perubahan atas hukuman pokok maksimal bagi anak.

"Dalam UU yang lama, yang diubah hanya hukuman minimal saja, dari 3 tahun menjadi 5 tahun. Ini tidak signifikan dan tidak berpengaruh apapun terhadap proses peradilan kasus-kasus kekerasan, termasuk seksual, atas anak," kata Ipung menjelaskan.

Dia mencontohkan apa yang menjadi persoalan selama ini misalnya vonis hakim yang selalu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa terhadap pelaku kekerasan seksual anak. Berdasarkan kasus yang selama ini didampinginya, Ipung mengaku pelaku biasanya hanya diancam 9 sampai 10 tahun dan vonis hakim umumnya hanya jatuh separuhnya, yang berarti maksimal 5 tahun.

"Jadi, kan, rugi udah direvisi tapi enggak berdampak apapun. Kenapa tidak sekalian saja, minimal 20 tahun dan maksimal seumur hidup," kata Ipung menyayangkan.

Oleh karena itu, untuk ke depannya, Ipung mendesak pemerintah dan anggota dewan untuk merevisi UU yang ada selama ini. Untuk UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, ujarnya, pasal 82 dan pasal 83 yang mengatur tentang ketentuan sanksi bagi pelaku kekerasan atas anak.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk memfinalisasi draf Perppu soal Perlindungan Kekerasan Seksual Anak. Dalam rapat terbatas yang dilakukan di Kantor Presiden, Rabu (11/5) kemarin, Presiden Joko Widodo menekankan dirinya sudah memerintahkan kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk menangani kasus-kasus kejahatan luar biasa, kasus kekerasan seksual anak, dengan cepat.

Jokowi juga meminta kepada aparat untuk menuntut pelaku dengan hukuman seberat-beratnya. Atas instruksi Presiden tersebut, pemerintah lantas memutuskan menerbitkan Perppu, yang isinya memuat hukuman pokok maksimal, hukuman kebiri, pemberian chip pada pelaku serta publikasi identitas pelaku.

Menkumham Yasonna mengatakan draf Perppu ditargetkan akan diserahkan ke DPR secepatnya. Dia juga berharap agar draf tersebut dibahas oleh DPR pada 17 Mei ini. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER