Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan Indonesia Jumono menyatakan tingginya tingkat korupsi pada sektor pendidikan memberikan dampak buruk pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Menurut Jumono, walaupun negara telah mengalokasikan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) yang besar untuk sektor pendidikan, itu tidak akan memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan kualitas pendidikan khususnya dalam perbaikan sarana dan prasarana sekolah.
"Dana yang benar-benar diserap untuk peningkatan pendidikan tidak akan terasa jika tingkat korupsi masih tinggi," ujar Jumono pada sesi Media Briefing Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Selasa (17/5) kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan pantauan ICW, semenjak tahun 2005-2016 terdapat sekitar 425 kasus korupsi dalam sektor pendidikan dengan kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun dan nilai suap mencapai Rp55 miliar. Dimana objek yang paling banyak dikorupsi ialah Dana Alokasi Khusus (DAK). Sekitar 85 kasus korupsi pada sektor pendidikan berasal dari penyelewengan pengelolaan DAK dengan kerugian mencapai Rp377 miliar.
Jumono mengatakan bahwa tingginya tingkat korupsi dalam sektor pendidikan ini membuat rencana dan program-program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam hal pendidikan tidak berjalan maksimal.
Sebagai contoh, ujar Jumono, Besarnya jumlah DAK atau Dana Operasional Sekolah (BOS) yang dikorupsi membuat biaya pendidikan yang semula ditetapkan oleh pemerintah gratis menjadi belum sepenuhnya bebas dari biaya.
"Faktanya sampai hari ini buku sekokah gratis di pelosok daerah masih belum merata. Dana BOS banyak dikorupsi, padahal ini bisa berimbas juga pada kinerja dan kualitas mengajar para guru," kata Jumono.
Ia menyatakan akibat maraknya penyelewengan dana pendidikan, pihak sekolah terpaksa masih membebankan biaya pendidikan kepada orang tua sebagai pemasukan mereka.
"Dana pendidikan yang harusnya dipakai untuk bangun sarana prasarana jadi tidak dialokasikan karena sudah dikorupsi," tambahnya.
Menanggapi hal ini, Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Daryanto menyatakan bahwa sejauh ini memang pengawasan pengelolaan dana pendidikan pada tingkat daerah masih belum maksimal.
Daryanto menyatakan Inspektorat Jenderal Kemendikbud memiliki kewenangan terbatas dalam melakukan pengawasan pengelolaan dana pendidikan pada tingkat daerah.
Ia mengatakan bahwa Ispektorat Jenderal hanya memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi terkait pengawasan pengelolaan dana pendidikan di daerah, termasuk rekomendasinya yang berhubungan dengan adanya pelanggaran pengelolaan dana pada tingkat daerah.
"Kewenangan kami terbatas pada pengawasan kementerian saja. Jika menyentuh pada pengawasan di tingkat daerah, kami lakukan koordinasi dengan Inspektorat Provinsi/Kota terkait," ujar Daryanto saat ditemui CNNIndonesia.com pada Rabu (18/5).
Walaupun begitu, Daryanto meyatakan pemerintah melalui Kemendikbud terus berupaya memaksimalkan sistem pengawasan pada pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat daerah-daerah.
Salah satunya meningkatkan koordinasi dengan Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat Provinsi/Kota, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lembaga pengawas terkait lainnya dalam melakukan pengawasan pengelolaan dana pendidikan.
"Kami minta BPKP untuk melakukan pengawasan lintas sektoral. Idealnya BPKP bisa mengkoordinir kementerian-kementerian terkait dana pendidikan itu," kata Daryanto
Kemendikbud bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga pernah merintis suatu gerakan koordinasi supervisi dana pendidikan. Kemendikbud menggandeng KPK sebagai mitra dalam melakukan peningkatan pengawasan pengelolaan dana pendidikan.
"Ini semua dilakukan sebagai bentuk pencegahan dan solusi dalam menekan korupsi dalam sektor pendidikan. Besar kecilnya pengaruh dari hasil koordinasi kami itu pasti ada," tambah Daryanto.
(pit)