'Sulit Ungkap Kasus Kekerasan Seksual pada Tragedi Mei 1998'

Priska Sari Pratiwi, Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 19 Mei 2016 15:25 WIB
Tim Gabungan Pencari Fakta 1998 menemukan ada 85 kasus kekerasan seksual selama Mei 1998. Dari 85 kasus itu, 52 berupa pemerkosaan dan gang rape.
Kuburan massal korban Tragedi 1998 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta. Sepanjang Mei 1998, sedikitnya 85 kasus kekerasan seksual terjadi. (ANTARA/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sulitnya mengungkap kasus kekerasan seksual yang menimpa puluhan perempuan dalam Tragedi Mei 1998 diakui oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Kendala utama ialah amat jarang korban bersedia menceritakan pengalaman tragis mereka itu.

“Mengungkap kekerasan seksual ini susah. Biasanya korban tak mau mengaku. Mereka bahkan mungkin sudah keluar dari Indonesia,” kata Djarot beberapa waktu lalu saat menghadiri peringatan ‘18 Tahun Peristiwa Mei 1998’ di Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta.

Cara terbaik untuk membantu pemulihan korban kekerasan seksual, menurut Djarot, adalah melalui dukungan keluarga. Sebab, ujarnya, keluarga merupakan orang terdekat yang mengetahui kondisi korban sepenuhnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Yang sudah nyata dan terjadi, harus kita atasi. Mereka jadi korban, tapi jangan sampai kehilangan orangtuanya untuk mendapat kehidupan lebih baik,” kata Djarot.

Wakil Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, dari hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta 1998, ada 85 kasus kekerasan seksual yang terjadi pada Tragedi Mei 1998. Dari 85 kasus itu, 52 di antaranya berupa pemerkosaan dan pemerkosaan massal (gang rape).
Situasi kian menyedihkan karena minimnya kepedulian pemerintah terhadap korban kekerasan seksual.

"Kita ini terbiasa memindahkan kesalahan dan membebankan pembuktian pada korban. Akibatnya mereka memilih menyingkir untuk mencari pemulihan sendiri," kata Yuniyanti.

Komnas Perempuan telah berupaya membentuk pelapor khusus bagi korban kekerasan seksual pada 2008. Pelapor khusus ini berfungsi untuk mengetahui situasi korban, bertemu kembali dengan para keluarga korban, menjadi pendamping, hingga mendatangkan dokter untuk menangani korban.

Dari situ diketahui, korban dan keluarganya masih trauma dan memilih mengubur ingatan atas peristiwa tersebut. Ada pula yang  menyingkir dari Indonesia.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual saat ini diharapkan bisa menjadi salah satu bentuk penghormatan untuk seluruh korban.

"Kita semua punya tanggung jawab moral untuk mewujudkan UU tersebut agar Tragedi Mei 1998 dan deretan kekerasan bangsa yang lain tidak berulang," ucap Yuniyanti.

Monumen bagi korban

Komnas Perempuan mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah membangun memorial berupa dua monumen untuk mengenang Tragedi Mei 1998.

Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Indriyati Suparno, mengatakan monumen didirikan berkat kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak, yakni komunitas korban dan organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk advokasi hak korban, termasuk dengan instansi pemerintah seperti Pemprov DKI Jakarta dan Komnas Perempuan.

Terkait 1998, Jakarta saat ini memiliki Monumen Mei 1998 di permukiman korban Klender Jatinegara Kaum, Jakarta Timur; dan Monumen Jarum Mei 1998 di pemakaman massal korban Tragedi Mei 1998, TPU Pondok Ranggon. Di kompleks pemakaman massal itu juga dilakukan pembenahan.

"(Monumen) itu bagian dari pengakuan dan pemulihan, tapi sebetulnya jalan masih panjang," ujar Indriyati.
Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengamini ucapan rekannya itu. Monumen Mei 1998, menurut Mariana, merupakan pengakuan terhadap korban.

“Mereka merasa dimanusiakan. Kalau dulu mereka jadi stigma penjarah, sekarang diakui benar mereka adalah korban. Itu suara korban," ujarnya.

Indriyati berharap pemerintah dan masyarakat dapat merawat Monumen Mei 1998 untuk menjaga ingatan negara bahwa tragedi pernah terjadi di Indonesia, dan bangsa ini mesti memetik pelajaran dari peristiwa itu.

Indriyati juga meminta pemerintah memberikan bantuan kepada korban dan keluarga mereka, misalnya dengan membebaskan retribusi makam, memberikan layanan BPJS Kesehatan, dan memberikan kemudahan bagi korban dan keluarganya dalam mengurus atau memproses administrasi akses layanan jaminan sosial lainnya. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER