Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta seluruh kepala daerah membangun monumen di lokasi yang berhubungan dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.
Langkah ini disebut Koordinator KontraS Haris Azhar akan membantu keluarga korban untuk mengenang peristiwa yang telah merenggut nyawa sanak saudaranya.
"Apa instrumen untuk mengingat kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi di masa lalu? Kepala daerah seharusnya membangun itu," kata Haris dalam diskusi bertema 'Perihal Kota, Ingatan dan Sejarah Praktik Kekerasan di Indonesia' di Menteng Central, Jakarta, Sabtu (28/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haris menyebutkan sejumlah lokasi di Provinsi DKI Jakarta yang seharusnya dibangun monumen pengingat pelanggaran HAM masa lalu, yakni di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan dan Yogya Plaza, kawasan Klender, Jakarta Timur. Keduanya adalah lokasi yang berkaitan dengan Tragedi Mei 1998.
Selain itu, Haris juga meminta kepala daerah merevitalisasi sejumlah bangunan yang berhubungan dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi museum. Salah satunya adalah tempat penyiksaan sejumlah warga sipil saat tragedi Tanjung Priok pada tahun 1984, yakni Kantor Pelaksana Khusus Daerah (Laksusda) Jaya di Jalan Kramat V, Jakarta Pusat.
Pelurus SejarahDi tempat yang sama, sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet mengatakan lokasi yang berhubungan dengan pelanggaran HAM masa lalu seharusnya memiliki bangunan yang bisa membawa memori masyarakat mengenang peristiwa yang pernah terjadi di lokasi tersebut.
Menurutnya, saat ini, keluarga korban dan masyarakat Indonesia tidak mendapatkan wadah untuk mengenang peristiwa pelanggaran HAM masa lalu.
"Mal tempat ratusan orang mati terbakar itu jadi mal yang lebih mewah. Di Jatinegara misalnya, ada juga di Yogya Plaza, ini kan aneh ketika keluarga korban datang ke situ mau kenang kembali," kata Robert.
Dia juga berpendapat, bangunan-bangunan pengingat pelanggaran HAM masa lalu dapat meluruskan sejarah yang pernah mewarnai perjalanan bangsa Indonesia, sekaligus menjadi tempat belajar anak-anak.
"Kota yang baik seharusnya memberikan tempat yang kolektif untuk masyarakatnya mengenang apa yang pernah terjadi," ucapnya.
(har)