Jokowi Minta Revisi UU Pilkada Bersifat Jangka Panjang

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Senin, 30 Mei 2016 16:35 WIB
Jokowi tak ingin, setelah disepakati dengan DPR, Undang-undang Pilkada harus berubah lagi karena keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final.
Jokowi minta revisi Undang-undang Pilkada untuk kepentingan jangka panjang. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo meminta perubahan kedua Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada tak hanya untuk jangka pendek. Revisi harus bersifat permanen dan tidak tambal sulam.

"Perhatikan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final. Jangan setelah disepakati bersama dengan DPR, berubah lagi karena putusan MK," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas soal revisi UU Pilkada di Kantor Presiden, Senin (30/5).

Berdasarkan informasi yang diterima, kata Jokowi, sejumlah hal masih belum disepakati. Dia meminta, revisi diselesaikan dalam waktu dekat karena akan jadi dasar hukum Pilkada 2017.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pendaftaran calon independen ke Komisi Pemilihan Umum Daerah dilakukan Agustus. Sementara itu, pendaftaran calon partai politik dibuka Oktober.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menginstruksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berkomunikasi dengan DPR dan KPU untuk menyepakati isu-isu krusial alam revisi.

"Saya minta hal ini dikawal dengan baik sehingga Pilkada serentak 2017 bisa berjalan dengan aman, damai, dan demokratis seperti tahun 2015," tutur Jokowi.

Ikuti Putusan MK 

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah tetap berpegang pada putusan MK soal syarat dukungan calon independen. MK memutuskan syarat dukungan kartu tanda penduduk bagi calon independen berjumlah 6,5-10 persen dari jumlah pemilih di Pemilu sebelumnya.

"Persentase independen tetap 6,5-10 persen. (Calon parpol) 20-25 persen," kata Tjahjo usai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden.

Hal ini sempat diperdebatkan DPR. Sebagian besar fraksi meminta persentase dukungan calon independen ditingkatkan menyusul dinaikkannya syarat dukungan untuk calon dari parpol menjadi 20 persen dari jumlah suara.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menuturkan, pemerintah juga berpegang pada putusan MK soal harus mundurnya anggota dewan setelah ditetapkan menjadi calon kepala daerah.

"Secara prinsip sudah selesai. DPR harus mundur. Kan enggak mungkin DPR melanggar yang sudah diputuskan MK," ucap dia.

Secara terpisah, Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan mengkonfirmasi kesepakatan harusnya mundurnya anggota dewan.

DPR, melalui Komisi II, sebelumnya mengusulkan agar anggota dewan hanya perlu cuti saat menjadi calon kepala daerah. Pasal ini dianggap melanggar Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.

Aturan ini diberlakukan dalam Pilkada 2015. Hal ini disebut membatasi keinginan anggota dewan maju ke bursa Pilkada. Karenanya, DPR berpendapat, aturan ini perlu dihapus dan anggota dewan hanya perlu cuti saat kampanye kepala daerah.

Pengunduran diri dilakukan apabila sudah menjadi kepala daerah terpilih. Jika pasal ini diberlakukan, maka anggota dewan yang mengundurkan diri tak lagi menjabat saat kalah dalam Pilkada.

Revisi UU Pilkada diharapkan dapat selesai dan disahkan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna di DPR pada 1 atau 2 Juni.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan, dalam rapat terbatas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan tidak ada masalah anggaran untuk Pilkada serentak di 101 daerah awal tahun depan. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER