Jakarta, CNN Indonesia -- Guru Besar Universitas Kyoto, Jepang, Kosuke Mizuno menyatakan bahwa perspektif masyarakat Indonesia yang masih terpaku pada teknik alih fungsi lahan sawit menjadi masalah utama pemulihan lahan gambut yang rusak di Indonesia.
Menurut Mizuno, obsesi masyarakat Indonesia dalam upaya pemulihan lahan gambut masih terpaku hanya pada metode alih fungsi lahan kelapa sawit karena memiliki nilai ekonomi yang memang tinggi.
Padahal menurut Mizuno, pemulihan lahan gambut yang rusak dengan menanamkan kelapa sawit masih memunculkan potensi terbakarnya lahan tersebut.
"Selama ini sebagian besar masyarakat Indonesia terobsesi menanam sawit, tapi sebenarnya sawit itu akan terbakar lagi jadi harus cari alternatif penanaman dalam pemulihan lahan gambut," ujar Mizuno dalam Simposium Bersama mengenai Restorasi dan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Senin (30/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mizuno, perlu ada perubahan perspektif dalam mencari alternatif alih fungsi lahan sebagai upaya pemulihan lahan gambut yang rusak. Mizuno mengatakan banyak sekali alternatif alih fungsi lahan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, salah satunya menanami lahan dengan buah yang bisa menjadi tanaman produksi. Kesempatan ini menurut Mizuno dapat menambah nilai ekonomi masyarakat.
Namun keengganan masyarakat mencari alternatif penanaman pada lahan gambut juga didasari dengan rumitnya proses perizinan bagi masyarakat atau badan usaha yang ingin memproduksi buah dari hasil pemulihan lahan gambut.
Banyaknya pintu dan proses permintaan izin menurut Mizuno, menjadi salah satu alasan berkembangnya perspektif masyarakat dalam memanfaatkan lahan gambut yang telah rusak. Menurutnya, pemerintah harus bisa meminimalisasi proses perizinan guna meningkatkan inovasi masyarakat dalam upaya pemulihan lahan gambut yang rusak.
"Kalau prospeknya jelas masyarakat akan tanam. Kenapa selama ini masyarakat tidak tanami (lahan gambut) karena untuk tanam produksi buah harus ada izin yang masih rumit," kata Mizuno.
Sebagai contoh, masyarakat hendak menanam lahan gambut yang rusak dengan menanami pohon karet. Untuk melakukan pemulihan lahan, masyarakat harus mengeluarkan modal. Ketika pohon karet tersebut sudah dapat dipanen, masyarakat tidak bisa secara serta-merta menjualnya ke luar/pasar.
"Masyarakat perlu ajukan izin menjual hasil panen lebih dulu kepada Dinas Kehutanan setempat dan lainnya, ini berabe," tambah Mizuno.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Indonesia Nazir Foead menyatakan pihaknya menargetan sekitar 600 ribu hektare lahan gambut yang akan di restorasi pada tujuh kabupaten sepanjang 2016.
Nazir menyatakan target restorasi lahan gambut kali ini terfokus pada tujuh provinsi yang memiliki cakupan Konservasi Hutan Gambut (KHG) terbesar di wilayahnya. "Restorasi di tujuh provinsi, khususnya dalam areal KHG, diluar KHG itu wewenang penuh KLHK," ujar Nazir.
Dalam upaya meningkatkan tata kelola khususnya terkait restorasi dan pencegahan kebakaran lahan gambut, BRG menggandeng sebelas universitas Indonesia untuk bersama-sama melakukan riset dan kajian ilmiah guna mencari solusi dan inovasi restorasi lahan gambut.
"Dalam riset, perencanaan, program, dan pemantauan lahan gambut itu dirancang bersama-sama oleh universitas dan akan menjadi masukan bagi kebijakan kami," kata Nazir.
Sebelas universitas tersebut antara lain Universitas Jambi, Universitas Riau, Universitas Tanjungpura, Universitas Lambung Mengkurat, Universitas Palangkaraya, Universitas Cendrawasih, Univesitas Mulawarwan, Universitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Sebelas Maret.
Kesebelas universitas ini, menurut Nazir, merupakan universitas yang terletak di daerah yang memang memiliki wilayah lahan gambut terbesar dan masuk ke dalam perhatian utama BRG terkait penanganan lahan gambutnya.
BRG juga turut menggandeng dua universitas Jepang yakni Universitas Kyoto dan Universitas Hokaido guna mengoptimalkan riset inovasi restorasi dan pencegahan kebakaran lahan gambut.
Nazir mengatakan kedua universitas itu akan membantu mengembangkan penelitian langsung di lapangan terkait teknik hidrologi lahan gambut sebagai upaya pencegahan kebakaran lahan jika gambut kekeringan.
Salah satunya penerapan Sensory Data Transmission Service Assisted by Midori Engineering (Sesame). Salah satu teknik yang berguna memantau kadar air lahan gambut. Sesame dapat mendeteksi titik tertentu di lahan gambut yang berpotensi menjadi titik
hotspot, sehingga sebelum tersulut api lahan bisa segera dibasahi.
(obs)