Badan Intelijen Pertahanan Diminta Tak Gunakan Kekerasan

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Minggu, 12 Jun 2016 15:55 WIB
Kemhan diminta pastikan badan intelijen bentukan mereka tak akan gunakan cara-cara polisionil, melainkan memanfaatkan data open source.
Ilustrasi (REUTERS/Kacper Pempel)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik dan keamanan Kusnanto Anggoro menilai Badan Intelijen Pertahanan yang didirikan Kementerian Pertahanan tidak akan menggunakan instrumen kekerasan, layaknya aparat keamanan, saat mengumpulkan informasi.

"Intelijen yang akan dimiliki Kemeneterian Pertahanan itu, dugaan saya, tidak akan melakukan tindakan-tindakan kontraintelijen dengan menggunakan instrumen koersif," kata Kusnanto saat ditemui usai diskusi publik di kawasan Jakarta Selatan, Jumat lalu.

Menurutnya, badan intelijen yang berada di bawah kementerian pimpinan Ryamizard Ryacudu ini tidak seharusnya melakukan kerja intelijen seperti yang dilakukan oleh badan intelijen pemerintah ferderal Amerika (CIA) dan badan intelijen eksternal Inggris (MI6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi berbeda dengan yang dilakukan oleh MI6 atau CIA. Kira-kira tidak akan begitu," ujar Kusnanto.
Pengamat militer Centre For Strategic and International Studies ini berpendapat yang akan dilakukan badan intelijen pertahanan paling-paling menggunakan open sources intelijen. Dalam beberapa hal, kata Kusnanto, lembaga tersebut akan mencari informasi intelijen dengan cara tertentu.

Namun menurutnya, Kemhan harus memastikan bahwa badan intelijennya tidak akan mengggunakan instrumen koersif untuk pengumpulan informasi. "Jadi saya kira itu yang harus dipastikan. Kalau itu bisa dipastikan, enggak masalah," katanya.

Lembaga ini dinilai berbeda dengan Badan Intelijen Strategis (BAIS) milik TNI. Pada masa Orde Baru pamor Bais dianggap menonjol. BAIS menggunakan instrumen koersif dalam menjalankan perannya, memanfaatkan perangkat TNI seperti Kodam, Korem, Kodim dan Koramil, bahkan sampai Babinsa di tingkat pedesaan.
Dengan instrumen itu, BAIS melakukan pengawasan kegiatan yang sekecil-kecilnya dan mencegah serta menindak kegiatan yang tidak direstui pemerintah. Pada mulanya, BAIS berada di bawah Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI. Karena itu, hasil laporan intelijennya bisa langsung digunakan untuk mengeksekusi kebijakan.

Pada prinsipnya, kata Kusnanto, Kemhan memerlukan organisasi intelijen untuk mengumpulkan data dan informasi rahasia bidang pertahanan. Informasi tersebut diperlukan untuk merumuskan kebijakan pertahanan negara.

"Dugaan saya hanya tetap membatasi diri pada soal-soal yang terkait dengan informasi intelijen untuk memperkuat susunan dan bangunan kebijakan pertahanan Indonesia yang akan dibuat," ucap dia.
Kusnanto menyayangkan rencana pendirian Badan Intelijen Pertahanan itu tidak disosialisasikan sejak awal tentang apa saja yang akan dilakukan lembaga tersebut. Sehingga isu sentral tersebut memunculkan reaksi lain di tengah publik.

"Soal tumpang tindih atau tidak dengan yang lain, itu bisa dibicarakan," katanya.

Menhan Ryamizard menyatakan telah membentuk Badan Intelijen Pertahanan di kementeriannya. Saat ini pihaknya tinggal menunggu Peraturan Presiden. Lembaga itu nantinya bertugas memberikan informasi pertahanan secara komprehensif kepada Menhan sebagai bahan pertimbangan merumuskan kebijakan pertahanan.

Bekas Kepala Staf Angkatan Darat era Presiden Megawati ini mengatakan, negara-negara besar setidaknya memiliki empat badan intelijen, yaitu intelijen luar negeri, dalam negeri, pertahanan, dan bidang hukum. Dia mengklaim hanya Indonesia yang tidak memiliki intelijen pertahanan.

"Di setiap negara ada itu. Di sini enggak ada, enggak bener. Luar negeri itu ada CIA," katanya beberapa waktu lalu. (abm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER