Setara Tuding Badan Intelijen Baru Tanda Lemah Koordinasi

Raja Eben Lumbanrau | CNN Indonesia
Jumat, 10 Jun 2016 20:58 WIB
Ketua Setara Institute, Hendardi, berpendapat peningkatan kerja sama antarlembaga intelijen lebih baik ketimbang pembentukan badan intelijen baru.
Ketua Setara Institute, Hendardi, tak sepakat dengan rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan. (ANTARA/Teresia May)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Setara Institute, Hendardi, tak setuju dengan rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan. Menurutnya, lebih baik Kementerian Pertahanan meningkatkan kerja sama dengan lembaga intelijen yang sudah ada di Indonesia.

"Ini soal keengganan berkoordinasi saja. Masing-masing ingin menunjukkan keunggulan institusinya, bukan koordinasi untuk kepentingan bangsa dan negara," kata Hendardi dalam keteranga tertulisnya, Jumat (10/6).

Hendardi berpendapat tidak ada alasan bagi Kementerian Pertahanan untuk kekurangan informasi sehingga harus membentuk Badan Intelijen Pertahanan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tubuh Tentara Nasional Indonesia, ujar Hendardi, terdapat satuan-satuan intelijen yang bisa didayagunakan oleh Kemhan. Jika dirasa kurang, Kemhan dapat berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara sebagai pusat informasi intelijen negara.

"Jika ada hubungannya dengan urusan pertahanan negara, institusi dan kerjaannya sudah ada pada TNI yang berkoordinasi dengan BIN. Jadi bukan membentuk institusi sendiri," kata Hendardi.
Ide Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu membentuk badan intelijen sendiri di bawah kementeriannya, menurut Hendardi, menunjukkan kerja Kemhan tidak berbasis pada perencanaan serta mandat reformasi pertahanan dan militer sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Pertahanan Negara dan Undang-Undang TNI.

"Banyak agenda strategis bidang pertahanan yang justru diabaikan seperti penataan bisnis militer, penataan sumber daya manusia militer, reformasi peradilan militer, dan transformasi paradigmatik dalam menghadapi tantangan pertahanan mutakhir," ujar Hendardi.

Sebelumnya, Ryamizard berkata Badan Intelijen Pertahanan akan punya fungsi berbeda dengan Badan Intelijen Negara (BIN), juga Badan Intelijen Strategis (BAIS) di bawan komando Tentara Nasional Indonesia. Intelijen pertahanan, ujar sang Menhan, akan khusus mengurusi soal pertahanan, misal mengukur ancaman mana yang paling berbahaya terhadap negara.

Negara-negara besar, kata Ryamizard, setidaknya mempunyai empat badan intelijen, yakni intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen pertahanan, dan intelijen hukum. Hanya di Indonesia, klaimnya, Kementerian Pertahanan tak memiliki badan intelijen sendiri.
Senada, Sekretaris Jenderal Kemhan Laksamana Madya Widodo mengatakan Badan Intelijen Pertahanan bekerja akan untuk menentukan kebijakan pertahanan negara, termasuk mengurus sumber daya yang mendukung pertahanan seperti pangan, energi, dan manusia.

Fungsi itu, ujar Widodo, berbeda dengan BAIS yang hanya menangani kekuatan pertahanan yang bersifat konvensional terkait angkatan bersenjata. Intelijen Pertahanan, kata Widodo, berbeda pula dengan BIN yang cakupan kerjanya terkait kebijakan negara secara menyeluruh.

"Pertahanan itu luas, dan ada ruang kosong yang tidak terjamah intelijen TNI, yaitu intelijen nonmiliter. Di situlah tugas Badan Intelijen Pertahanan," kata mantan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Letnan Jenderal TNI (Purn) Syarifudin Tippe, kepada CNNIndonesia.com secara terpisah.

Terlepas dari argumen Kemhan, Setara menyoroti beberapa kebijakan dan ucapan Ryamizard yang dinilai menimbulkan kontroversi. Menurut Hendardi, sejak awal menjabat Menhan, Ryamizard telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan kontroversial, misal kampanye berlebihan mengenai sejumlah potensi ancaman, membentuk kader bela negara dengan paradigma dan pendekatan militer, kampanye kebangkitan Partai Komunis Indonesia, hingga membentuk kantor wilayah pertahanan di setiap propinsi.

"Seringkali rencana itu justru di luar perencanaan, di luar ketersediaan anggaran, dan tampak jalan sendiri tanpa koordinasi memadai dengan kementerian lain. Bahkan mungkin Presiden Jokowi juga tidak memperoleh laporan dari langkah-langkah Menhan," kata Hendardi.
(rel/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER