Jakarta, CNN Indonesia -- Penelitian Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Institute bersama dengan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi terhadap komunitas Orang Rimba di Jambi menunjukan hasil yang menyedihkan.
Hasil studi tersebut memaparkan hampir sepertiga populasi Orang Rimba menghidap penyakit menular Hepatitis B.
Prevalensi hepatitis B pada Orang Rimba sebesar 33,9 persen. Dengan kata lain, 4 dari 10 Orang Rimba mengidap penyakit Hepatitis B.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandra Moniaga, jika dibiarkan, penyakit tersebut dapat mengakibatkan kepunahan terhadap Orang Rimba.
Untuk itu, Sandra meminta Pemerintah Jokowi agar segera mengatasi dan menemukan akar masalah ini.
"Ini kan penyakit serius, lebih dari 30% Orang Rimba mengidap Hepatitis B, belum tahu penyakit lainnya. Artinya mereka diambang kepunahan, jika negara biarkan bisa menjadi satu penghancuran suku," kata Sandra kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (14/6).
Menurut Sandra, sampai saat ini, Komnas HAM masih melakukan proses pemantauan terhadap studi kesehatan Orang Rimba ini.
Komnas HAM juga terus berupaya membangun koordinasi dengan Pemerintah Jokowi terkait perlindungan hak kesejahteraan hidup suku pedalaman Orang Rimba.
Komnas HAM kini tengah berkoordinasi bersama kementerian terkait seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan dan hak hidup layak Orang Rimba ini.
"Kami masih dalam proses pemantauan pada beberapa aspek. Setelah (pemantauan) rampung, rencananya kami undang Kemenkes dan Kemensos untuk penanggulangan kasus ini," kata Sandra.
Lebih lanjut, pemantaun terhadap masyarakat adat pedalaman tidak hanya dilakukan pada populasi Orang Rimba saja. Komnas HAM juga masih melakukan persiapan pemantauan dan penelitian pada beberapa suku pedalaman lainnya di Indonesia.
"Kami juga sedang mempersiapkan pemantaupan pada Suku Togutil/Tobelo Dalam di Halmahera Utara dan beberapa suku pedalaman lainnya di Papua," tambahnya.
Apa yang terjadi kepada Orang Rimba, menurut Sandra, merupakan bukti nyata bahwa jaminan pemerintah terhadap perlindungan atas hak dasar hidup seperti akses pendidikan, tempat tinggal, dan khususnya kesehatan pada masyarakat adat pedalaman belum memadai.
"(Jaminan pemerintah terhadap hak dasar adat masyarakat adat) belum memadai, masih jauh dari memadai," ujar Sandra.
Menurut Ketua Tim Peneliti Studi Kesehatan Orang Rimba Eijkman Institute Herawati Sudoyo, penelitian yang dilakukan Februari lalu ini mengambil sampel darah dari Orang Rimba pada tiga kabupaten, yakni Kabupaten Sarolangun, Tebo, dan Batanghari.
Selain Hepatitis B, hasil studi kesehatan tersebut juga menemukan tingginya prevalensi penyakit Malaria pada Orang Rimba yakni sebesar 24,26 persen.
Hasil itu, menurut Herawati, merupakan hasil studi tertinggi dari studi serupa yang dilakukan di daerah lain.
Tingginya prevalansi Hepatitis B dan Malaria pada komunitas Orang Rimba, di Jambi mencerminkan masih minimnya akses kesehatan bagi masyarakat adat pedalaman.
(rel)