Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas) Kementerian Pertahanan Mayjen Paryanto menyatakan koordinasi kementeriannya dengan badan-badan intelijen yang ada hingga kini tetap berjalan. Namun, kata dia, akan lebih baik jika Kemhan memiliki badan intelijen sendiri.
“(Koordinasi) ada dan berjalan. Cuma kalau (badan intelijen lain) punya lima (informasi tapi kami) dikasih tiga, kami kan enggak tahu. Kalau punya mata telinga sendiri jadi lebih tahu,” kata Paryanto dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (16/6).
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI periode 2011-2013, Laksda TNI AL (purn) Soleman B. Ponto mengatakan telah terjadi putus komunikasi antara BAIS dan BIN dengan Kemhan. Hal itulah yang ia duga membuat Kemhan ingin membentuk Badan Intelijen Pertahanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“(Badan Intelijen Pertahanan) itu tidak perlu. Tugas Kemhan satu: membuat kebijakan pertahanan negara. Bahan (penyusunan kebijakan) didapat dan dianalisis dari data BAIS, BIN, dari mana-mana. Persoalannya, ada putus hubungan antara Kemhan dengan BAIS dan BIN,” kata Ponto kepada CNNIndonesia.com.
Soal koordinasi Kemhan dengan badan-badan intelijen yang ada saat ini, Paryanto berkata, “Andaikata bisa (koordinasi), tetapi ada kurangnya, yakni soal pengolahan (informasi).”
Paryanto beberapa waktu lalu mengatakan, Badan Intelijen Pertahanan menekankan pada fungsi analisis. Oleh sebab itu mereka merekrut tenaga-tenaga ahli dari sipil.
"Doktor-doktor yang sudah pengalaman puluhan tahun, bukan satu-dua tahun. Mereka diperlukan untuk melakukan analisis," ujar Paryanto.
Para doktor itu disebut Paryanto telah mulai bekerja. Mereka dihimpun di bawah staf khusus Menteri Pertahanan.
"Untuk analisis ini, enggak pakai tentara. Intelijen jangan disamakan dengan operasional. Intelijen strategis bukan tentara. Sebagian memang tentara, tapi lebih banyak sipil,” kata Paryanto.
Tunggu PerpresPembentukan Badan Intelijen Pertahanan kini tinggal menunggu Peraturan Presiden. Jika Jokowi tidak penyetujuinya, fungsi intelijen akan tetap dijalankan oleh Bainstranas.
“Masih menunggu Perpres. Tapi andaikata tidak disetujui Pak Presiden, saya kira Pak Menteri (Ryamizard Ryacudu) juga akan jalan terus dengan yang ada (Bainstranas)," kata Paryanto.
Menhan Ryamizard telah melapor kepada Presiden tentang rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan, dan keputusan akhir diserahkan kepada Jokowi.
Dalam laporan itu, Ryamizard menyatakan Kementerian Pertahanan di Indonesia paling aneh di dunia karena tidak memiliki intelijen. Sementara Kemhan di banyak negara memiliki badan intelijen sendiri.
Menanggapi laporan Ryamizard itu, menurut Paryanto, Presiden merespons positif. “Pak Menteri bilang, Pak Presiden dulu waktu dilapori sudah oke.”
Bila Perpres telah dibuat, Bainstranas akan diubah menjadi Badan Intelijen Pertahanan. Pembentukan badan intelijen baru ini, kata Paryanto, merupakan gagasan Ryamizard untuk mengoptimalkan tugasnya sebagai pemimpin Kemhan.
Inisiatif mendirikan Badan Intelijen Pertahanan, kata Paryanto, tak akan dilanjutkan Menhan jika tidak mendapat restu dari Presiden. Intinya, ujar dia, menteri akan tunduk dan loyal pada keputusan Presiden.
"Kalau enggak direstui, mana mungkin menteri melaksanakan," ujar Paryanto.
Fungsi intelijen, menurut Paryanto, selama ini sesungguhnya dapat dikerjakan oleh Bainstranas. Namun ada yang dirasa kurang karena nama satuan kerja di bawah Kemhan itu tak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi intelijen.
"Selama ini tidak sesuai dengan namanya. Kami hanya mengubah nama. Pengelolanya sudah ada," ujar Paryanto.
Sekretaris Jenderal Kemhan Laksdya Widodo mengatakan, Badan Intelijen Pertahanan di bawah kementeriannya bertugas mengumpulkan berbagai data dan informasi secara komprehensif terkait seluruh sumber daya pertahanan dan keamanan negara, termasuk sumber daya pendukungnya seperti pangan dan energi.
(agk)