Jakarta, CNN Indonesia -- Mayor Jenderal Paryanto, Kepala Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas), satuan kerja Kementerian Pertahanan yang bakal bertransformasi menjadi Badan Intelijen Pertahanan, menyatakan pegawai lembaganya nanti akan terdiri dari 50 persen sipil dan 50 persen militer, tak dominan militer.
"Fifty-fifty antara sipil-militer. Militer di bawah supremasi sipil dalam negara demokrasi. Kebetulan saja menteri pertahanan yang sekarang purnawirawan militer," kata Paryanto kepada CNNIndonesia.com.
Di antara kalangan sipil yang direkrut Badan Intelijen Pertahanan ialah tenaga-tenaga ahli. "Doktor-doktor yang sudah pengalaman puluhan tahun, bukan satu-dua tahun. Mereka diperlukan untuk melakukan analisis," ujar Paryanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para doktor itu, kata Paryanto, telah mulai bekerja. Mereka saat ini dihimpun di bawah staf khusus Menteri Pertahanan.
Paryanto menekankan pentingnya para tenaga ahli sipil tersebut. "Untuk analisis ini, enggak pakai tentara. Intelijen jangan disamakan dengan operasional. Intelijen strategis bukan tentara. Sebagian memang tentara, tapi lebih banyak sipil."
Menurut Paryanto, ada perbedaan antara fungsi sipil dan militer dalam intelijen. Cakupan sipil ia sebut lebih luas.
"Misal, keputusan soal perang ada di Kementerian Pertahanan, bukan militer. Kemhan bertugas menentukan perang atau tidak. Jika perang, maka TNI yang bertugas memenangkan pertempuran. Jadi perang bukan soal militer. Militer sebagian kecil darinya," ujar Paryanto.
Ini pula yang menurutnya membedakan Badan Intelijen Pertahanan dengan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
"BAIS tidak membuat kebijakan pertahanan terkait hidup-mati suatu negara. Padahal kebijakan pertahanan itu penting. Pertahanan enggak ada, kesejahteraan hilang, pertumbuhan negara hilang," kata Paryanto.
Sekretaris Jenderal Kemhan Laksamana Madya Widodo sebelumnya mengatakan, Badan Intelijen Pertahanan akan memberikan informasi intelijen kepada Menteri Pertahanan untuk kemudian diserahkan kepada Presiden sebagai pertimbangan dalam memutus kebijakan pertahanan.
Badan intelijen baru yang bakal dibentuk Kemhan ini bertugas mengumpulkan berbagai data dan informasi secara komprehensif terkait seluruh sumber daya pertahanan dan keamanan negara, serta sumber daya pendukungnya seperti pangan dan energi.
Secara terpisah, mantan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan Letnan Jenderal Purnawirawan Syarifudin Tippe menyatakan Badan Intelijen Pertahanan bakal memayungi segala ancaman yang berasal dari unsur militer maupun nonmiliter.
Dalam sektor intelijen, ujar Tippe, BAIS selama ini hanya bekerja dalam ruang militer. Akibatnya terjadi kekosongan ruang dalam menghadapi ancaman nonmiliter di bidang pertahanan.
"Pertahanan itu luas, dan ada ruang kosong yang tidak terjamah intelijen TNI, yaitu intelijen nonmiliter. Di situlah tugas Badan Intelijen Pertahanan," kata Tippe.
Badan Intelijen Pertahanan, ujarnya, juga akan membantu intelijen militer.
Meski demikian, beberapa pihak, termasuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, berpendapat fungsi intelijen pertahanan sesunguhnya sudah dijalankan oleh BAIS di bawah komando Panglima TNI.
Pendapat serupa dilontarkan Wakil Ketua Komisi I Bidang Pertahanan dan Intelijen DPR, Mayjen Purnawirawan Tubagus Hasanuddin. "Dalam UU Intelijen Negara, intelijen pertahanan itu ada di TNI, jadi di BAIS, bukan Kemhan."
Pasal 9 UU Intelijen Negara menyebutkan, penyelenggara intelijen negara di Indonesia terdiri atas Badan Intelijen Negara, Intelijen Tentara Nasional Indonesia, Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia, Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia, dan Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Sementara Pasal 11 ayat (1) UU tersebut berbunyi "Intelijen Tentara Nasional Indonesia menyelenggarakan fungsi intelijen pertahanan dan/atau militer."
Merujuk pada pasal-pasal tersebut, Hasanuddin menilai pemerintah sebetulnya tidak membutuhkan badan intelijen baru, sebab Kemhan dapat menerima segala laporan dan informasi intelijen dari BAIS.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menduga ada ketidakharmonisan terkait koordinasi di tubuh TNI dan Kemhan, sehingga Kemhan merasa perlu mendirikan badan intelijen sendiri.
Menhan Ryamizard Ryacudu sebelumnya mengklaim, hanya Indonesia negara dengan kementerian pertahanan yang tak memiliki badan intelijen. Padahal negara-negara besar, ujarnya, sedikitnya memiliki empat badan intelijen, yakni intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen pertahanan, dan intelijen hukum.
(agk)