Jakarta, CNN Indonesia -- Calon hakim agung Lexsy Mamonto mengaku pernah menerima uang sebesar Rp500 juta untuk mengurus pembuatan kartu kredit tahun 2009. Hal ini dia sampaikan pada para panelis dalam seleksi wawancara hakim agung di Komisi Yudisial.
Salah satu panelis menanyakan pada Lexsy terkait adanya laporan soal uang Rp500 juta tersebut. Hakim di Pengadilan Tinggi Bandung itu menerangkan bahwa uang tersebut diperoleh dari kakak iparnya agar bisa digunakan untuk menikmati fasilitas executive lounge di bandara.
"Saya ditawari sama kakak ipar buat kartu kredit. Katanya supaya enggak katrok gitu lho kalau nunggu pesawat bisa di executive lounge," ujar Lexsy di Gedung KY, Selasa (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, untuk dapat menikmati
executive lounge di bandara salah satu syaratnya adalah memiliki kartu kredit. Lexsy mengaku hanya empat kali menggunakan kartu kredit itu dalam setahun. Dia pun tak memperpanjang kartu kredit itu ketika masa berlakunya habis.
"Uang itu sudah saya kembalikan juga secara bertahap," katanya.
Lexsy mempersilakan pada para panelis jika ingin memeriksa rekaman transaksi tersebut melalui rekeningnya. Dia juga membantah adanya laporan yang menyebutkan bahwa dirinya memiliki satu kilogram emas.
"Tidak ada itu hanya rumor," tutur Lexsy.
Dalam seleksi wawancara calon hakim agung ini para calon memang diwajibkan untuk memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. LHKPN ini menjadi salah satu penilaian rekam jejak bagi para panelis.
Sebelumnya Ketua KY Aidul Fitriciada telah menegaskan bahwa hasil rekam jejak para calon hakim agung hingga saat ini masih relatif baik. Apabila di tengah jalan ditemukan adanya laporan lain, itu akan diklarifikasi dan menjadi bahan pertimbangan para panelis.
"Nanti hasilnya akan kami bahas dalam rapat pleno 28 Juni mendatang," ucapnya.
Sesuai permintaan dari MA, KY mesti memilih delapan orang hakim agung dengan rincian untuk kamar pidana satu orang, kamar perdata empat orang, kamar agama satu orang, kamar militer satu orang, dan kamar tata usaha negara satu orang. Sementara untuk hakim ad hoc tipikor dipilih satu orang.
(rdk)