Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arteria Dahlan menganggap calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok akan kesulitan membuktikan dukungan dari simpatisannya yang telah mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP). Hal itu menurut Arteria lantaran Teman Ahok melakukan penjaringan KTP di pusat perbelanjaan atau mal.
"Dia menjaring di mal, sedangkan calon independen lain misalnya datangi ke rumah. Jadi konsepnya rumahnya dulu diketahui, baru orangnya, dan ditunjukkan KTP-nya," kata Arteria di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, Teman Ahok bersama sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas, mengatakan ada dua aturan dalam perubahan UU Pilkada yang mempersulit persyaratan calon independen untuk maju pada Pilkada 2017.
Dua aturan itu termaktub dalam Pasal 41 dan Pasal 48 UU Pilkada. Dalam Pasal 41 disebutkan bahwa dukungan calon independen bukan hanya sesuai dengan KTP, tapi juga harus memenuhi syarat minimal dengan dukungan pemilih yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sementara Pasal 48 UU Pilkada memuat aturan tentang verifikasi faktual dukungan terhadap calon independen. Dalam pasal itu diatur bahwa verifikasi faktual mesti dilakukan dengan metode sensus melalui tatap muka pada pendukung yang telah menyerahkan KTP.
Jika pendukung calon tak bisa ditemui, maka pasangan calon diberi kesempatan untuk menghadirkan mereka di kantor panitia pemungutan suara.
Namun apabila pasangan calon tak bisa menghadirkan pendukung mereka dalam waktu tiga hari, dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat. Aturan itu menurut Teman Ahok akan mempersulit pemilih yang berada di luar Jakarta.
Arteria berpendapat, jelas saja Teman Ahok kesulitan mengumpulkan dan menemui pendukungnya, sebab "kesalahan" mereka sejak awal ialah menjaring pendukung lewat pusat perbelanjaan.
"Kalau KTP-nya dulu baru nyari rumahnya, orangnya enggak ketemu-ketemu jadi bingung sendiri dia. Padahal dukungan itu harus dibuktikan fisik. Fisiknya apa? Orang yang bersangkutan memang betul tinggal di sana sesuai KTP," ucap Arteria.
Anggota Komisi II DPR itu berkata, seharusnya Teman Ahok mendata satu per satu pendukungnya langsung dengan menyambangi rumah pemilik KTP. Namun ia mengaku berharap permasalahan persyaratan pengumpulan dukungan, tidak menjadi kendala buat Ahok yang akan maju dalam pilkada.
"Saya inginnya Pak Ahok ini maju, jangan sampai nyangkut di persyaratan dukungan calon. Sehingga nanti akan jelas bahwa benear Pak Ahok ini memang terpilih oleh masyarakat Jakarta, dan jelas juga kalau enggak terpilih," ucap Arteria.
Salah satu pendiri Teman Ahok, Singgih Widiyastono, membantah kesulitan mengumpulkan satu juta pendukung. Menurutnya, saat ini Teman Ahok telah memiliki 140 posko yang tersebar di Jakarta untuk menampung para pendukung Ahok yang masih ingin mengumpulkan KTP.
"Sebagian besar KTP yang terkumpul malah di kampung-kampung loh," kata Singgih kepada CNNIndonesia.com.
Singgih yakin dapat mengumpulkan pendukung Ahok saat petugas Komisi Pemilihan Umum melakukan verifikasi faktual. "Kami juga sedang menyiapkan kurang lebih tiga ribu orang untuk tim verifikasi nanti," ucapnya.
Sejauh ini Teman Ahok telah berhasil mengumpulkan sekitar 1.024.632 data KTP. Jumlah KTP ini sudah melebih syarat minimal pengumpulan KTP sebanyak 500 ribu untuk dapat mengajukan diri sebagai calon kepala daerah melalui jalur independen.
(pit/agk)