Jakarta, CNN Indonesia -- Calon hakim agung Eddhi Sutarto tercatat memiliki harta kekayaan berupa bangunan vila senilai Rp5 miliar di daerah Bandungan, Semarang, Jawa Tengah.
Data ini diperoleh dari Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Eddhi yang diungkap dalam seleksi wawancara calon hakim agung di Komisi Yudisial.
Salah satu panelis yakni Wakil Ketua KY Sukma Violetta menanyakan kepemilikan vila tersebut. Sukma menyebut vila itu cukup besar dan mewah untuk dimiliki Eddhi yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya kalau sekarang kisaran harga tanahnya bisa mencapai Rp5 miliar, bisa juga lebih. Tanah itu nama istri saya, PBB nama saya, (tanah) yang di atas milik adik," kata Eddhi di Gedung KY, Jakarta, Rabu (22/6).
Meski sempat menyebut bahwa tanah itu diperoleh dari harta warisan, dia mengklaim tanah itu dibeli dengan hasil sendiri. Sebab dalam catatan LHKPN itu memang tertulis bahwa kepemilikan vila itu adalah hasil sendiri.
Tanah seluas 6.700 meter persegi itu, kata dia, telah dibeli sejak tahun 1990-an. Kala itu tanah yang dibeli tak serta merta dibangun sebagai vila. Pembelian tanahnya dilakukan secara bertahap dengan harga bervariasi karena letak tanah yang tak sejajar.
"Ada yang harganya Rp20 juta, Rp30 juta, macam-macamlah," katanya.
Kini vila itu disewakan bagi para pengunjung di kawasan wisata Bandungan. Dalam sebulan, Eddhi mampu meraup keuntungan hingga Rp10 juta dari hasil menyewakan sewa. Namun menurutnya jumlah itu masih jauh dari keuntungan yang diharapkan.
"Kami sebenarnya tidak berorientasi pada hasil karena vila itu kan untuk pribadi juga. Kalau pun hasilnya menguntungkan, tetap belum bisa menutup biaya operasional vila," tuturnya.
Selain vila senilai Rp5 miliar, Eddhi juga tercatat memiliki wayang dan perangkat gamelan sekitar Rp500 juta. Perangkat gamelan milik Eddhi disebut berkualitas tinggi lantaran berbahan dasar perunggu.
Namun Kepala Bidang Kepatuhan Internal Bea dan Cukai ini membantah. Dia mengaku hanya membeli dengan kisaran harga Rp125 juta hingga Rp250 juta pada pembuat wayang dan gamelan di daerah Klaten, Jawa Tengah. Panelis kemudian menyindir Eddhi mendapatkan diskon cukup banyak untuk membeli wayang dan gamelan.
"Harga gamelan itu memang bermacam-macam, dari yang Rp20 juta sampai Rp1 miliar juga ada. Tapi harga yang saya beli itu saya jamin riil tanpa rekayasa dan itu sudah tercatat KPK," tandasnya.
Eddhi mengungkapkan alasannya membeli perangkat itu lantaran memang menggemari wayang dan gamelan. Pembelian itu, kata dia, untuk melengkapi perabotan di vila miliknya yang mengusung konsep rumah dengan budaya Jawa. Ia pun menegaskan pembayaran gamelan dilakukan secara bertahap.
"Barangnya kan memang sulit dicari jadi wajar kalau mahal, apalagi kalau asli dari kerajaan. Itu sudah saya lapor KPK. Duit darimana pun saya sampaikan," ucapnya.
Dalam seleksi wawancara calon hakim agung ini para calon memang diwajibkan untuk memberikan LHKPN. Laporan ini menjadi salah satu penilaian rekam jejak bagi para panelis.
Sebelumnya Ketua KY Aidul Fitriciada telah menegaskan bahwa hasil rekam jejak para calon hakim agung hingga saat ini masih relatif baik. Apabila di tengah jalan ditemukan adanya laporan lain, itu akan diklarifikasi dan menjadi bahan pertimbangan para panelis.
"Nanti hasilnya akan kami bahas dalam rapat pleno 28 Juni 2016 mendatang," ucapnya.
Sesuai permintaan dari MA, KY mesti memilih delapan orang hakim agung dengan rincian untuk kamar pidana satu orang, kamar perdata empat orang, kamar agama satu orang, kamar militer satu orang, dan kamar tata usaha negara satu orang. Sementara untuk hakim ad hoc tipikor dipilih satu orang.
(rel)