Soal Natuna, RI Tegaskan Tak Ada Masalah Politik dengan China

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Rabu, 22 Jun 2016 12:23 WIB
Penangkapan kapal China oleh TNI Angkatan Laut di Natuna, ujar Menlu RI Retno, merupakan langkah penegakan hukum yang tak terkait persoalan politik.
Perairan Natuna kerap disusupi kapal-kapal nelayan asing yang mencari ikan. (REUTERS/Tim Wimborne)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi, menyatakan Indonesia tidak memiliki masalah politik dengan China. Penangkapan kapal China oleh TNI Angkatan Laut di Natuna pekan lalu, ujarnya, merupakan langkah penegakan hukum yang tak terkait persoalan politik.

“Komunikasi kami (pemerintah Indonesia) jalan terus dengan Tiongkok. Hubungan kami dengan Tiongkok juga baik. Ini masalah penegakan hukum, bukan politik,” kata Retno sebelum mengikuti rapat di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/6).

Soal penegakan hukum itu, Retno menegaskan Indonesia akan terus menjaga kedaulatan wilayahnya, termasuk dengan menghukum kapal asing yang melakukan aktivitas ekonomi di perairan Natuna –kawasan yang masuk zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami akan konsisten melakukan penegakan hukum di wilayah ZEE,” ujar Retno.
Kapal ikan asing berbendera China, Han Tan Cou 19038, beserta tujuh anak buah kapalnya ditangkap kapal perang Indonesia KRI Imam Bonjol-383 Jumat pekan lalu, 17 Juni, setelah diberi tembakan peringatan.

Atas tindakan Indonesia itu, China melayangkan nota protes kepada pemerintah Indonesia. Protes itu dianggap Retno wajar, dan selaku Menlu RI, ia siap merespons dan menjelaskan soal sikap yang diambil pemerintah Indonesia

Selama ini pun, ujar Retno, Indonesia biasa melayangkan protes ke negara lain jika terjadi insiden tertentu.

“Itu hal yang biasa. Dalam dunia diplomasi, kalau ada satu peristiwa yang terjadi kemudian nota dilayangkan, itu hal lumrah,” kata mantan Duta Besar RI untuk Belanda itu.

Sejauh ini Indonesia tidak berencana mengajukan nota protes balik atas tindakan China yang telah berkali-kali melanggar kedaulatan Indonesia. Pemerintah RI meyakini persoalan itu dapat diselesaikan melalui hubungan antarnegara yang berjalan baik hingga saat ini.
Pada beberapa kali insiden di Natuna, pemerintah China menilai Indonesia tidak berhak menahan kapal dan nelayan mereka yang menangkap ikan di perairan itu, sebab China menganggap sebagian Laut Natuna sebagai  zona perikanan tradisional mereka.

Anggapan China itu disebut Indonesia sebagai klaim sepihak. Retno mengatakan, traditional fishing ground maupun nine-dashed line sama sekali tidak diatur dalam hukum laut internasional sehingga tidak memiliki dasar hukum.

Nine-dashed line ialah garis demarkasi atau garis batas pemisah yang digunakan China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia.

Soal ucapan China dalam nota protesnya yang menyebut insiden antara kapal Han Tan Cou dengan KRI Imam Bonjol terjadi di wilayah perairan yang memiliki klaim tumpang-tindih, dibantah oleh Indonesia.

Peta Kepulauan Natuna di Laut China Selatan. Posisi Natuna berhadapan dengan Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia. (Hobe/Holger Behr via Wikimedia Commons)
Menlu Retno menyatakan tak ada klaim tumpang-tindih di Laut Natuna antara Indonesia dan China. “Basisnya sesuai hukum internasional,” kata dia.

Hal senada sebelumnya dikemukakan oleh mantan diplomat dan pakar hukum laut internasional Hasyim Djalal yang ditunjuk pemerintah RI memimpin tim penanganan kasus Laut China Selatan.

“Tidak pernah ada kesepakatan soal traditional fishing ground antara Indonesia dengan China. Indonesia mempertahankan zona ekonomi eksklusifnya sesuai hukum internasional. Di situ (ZEE), Indonesia punya kedaulatan atas kekayaan alamnya,” kata Hasyim kepada CNNIndonesia.com.

Natuna, tegas Hasyim, merupakan wilayah kedaulatan Indonesia.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER