Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi III DPR menanyakan rencana calon Kapolri Komisaris Jenderal Tito Karnavian mengenai penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia. Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani berpendapat, Polri terlihat lebih mengedepankan penindakan dengan pendekatan perang (
war based approach).
Dalam uji kelayakan dan kepatutan terhadap Tito, Arsul menyampaikan, sekitar 122 terduga teroris meninggal tertembak tanpa alasan jelas. Hal itu merupakan laporan masyarakat yang masuk ke Komisi III DPR.
"Kalau teroris tertangkap enam, maka enam-enamnya tertembak. Ada yang mati, ada yang terluka. Ini yang disuarakan masyarakat kepada kami," kata Arsul di Ruang Rapat Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (23/6).
Menurutnya, hal ini perlu disoroti karena pendekatan perang malah dilakukan Polri setelah Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan tragedi Bom Bali 2002. Mantan Kapolri Jenderal Purnawirawan Da'i Bachtiar saat itu menangani teroris dengan pendekatan
criminal justice system. Semua pengebom ditangkap dan diproses hukum, termasuk dieksekusi mati sesuai vonis.
"Padahal saat itu belum ada peraturan mengenai terorisme. Pertanyaan saya kalau nanti menjadi Kapolri, apakah
criminal justice system akan menjadi komitmen?" tanya dia.
Serupa, Politikus Partai Amanat Nasional Yandri Susanto menanyakan fokus mantan Kepala Densus 88 itu dalam menangani terorisme. Dia menceritakan kembali mengenai meninggalnya tersangka teroris Siyono.
Siyono meninggal saat dibawa Densus 88. Saat itu diduga, Siyono disiksa selama proses penangkapan sebab ditemukan luka di sekujur tubuhnya.
"Jangan sampai nanti publik antipati pemberantasan terorisme ini (oleh polisi). Jangan sampai publik simpati terhadap teroris salah tangkap tadi," ucap Yandri.
(rel)